Lihat ke Halaman Asli

Denni Candra

Praktisi HR - Penulis - Pengajar

Like, Share, tapi Pikir-pikir: Strategi Cerdas Mengelola Identitas Digital di Dunia Kerja

Diperbarui: 3 Februari 2025   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era digital yang serba terkoneksi ini, batas antara kehidupan pribadi dan profesional semakin kabur. Setiap orang berlomba-lomba membagikan momen kehidupan mereka di media sosial, mulai dari sarapan pagi hingga aktivitas di kantor. Namun, apakah kita sudah cukup bijak dalam mengelola identitas digital kita, terutama ketika berkaitan dengan dunia kerja?

Kasus viral yang terjadi baru-baru ini adalah contoh nyata bagaimana identitas digital bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan bijak. Seorang karyawan perusahaan pertambangan membuat konten TikTok tentang pengalamannya menggunakan layanan kesehatan yang disediakan oleh perusahaan. Dalam video tersebut, ia membandingkan layanan yang diterima oleh karyawan tetap dengan yang diterima oleh karyawan honorer. Niatnya mungkin sekadar berbagi cerita lucu atau menyoroti ketimpangan yang ia rasakan. Namun, penggunaan seragam perusahaan dan lokasi kerja sebagai latar belakang video justru mengundang kontroversi. Alih-alih mendapatkan simpati, konten tersebut malah menimbulkan reaksi negatif dari publik dan merusak citra perusahaan.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun yang aktif di media sosial, terutama dalam konteks dunia kerja. Bagaimana kita bisa tetap eksis di media sosial tanpa mengorbankan reputasi pribadi dan profesional? Bagaimana cara mengelola identitas digital dengan cerdas? Dan yang paling penting, bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sebagai bagian dari sebuah organisasi?

Dunia Digital: Ruang Tanpa Batas yang Penuh Jebakan

Media sosial adalah ruang tanpa batas. Siapa pun bisa menjadi kreator konten, berbagi pendapat, atau sekadar curhat tentang kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kebebasan itu, ada jebakan yang sering kali tidak disadari. Setiap unggahan, like, atau komentar meninggalkan jejak digital yang bisa bertahan selamanya. Jejak ini tidak hanya membentuk identitas digital kita, tetapi juga bisa memengaruhi cara orang lain memandang kita, baik secara pribadi maupun profesional.

Dalam kasus karyawan perusahaan pertambangan tadi, konten TikTok-nya mungkin terlihat seperti sekadar candaan atau curhatan biasa. Namun, karena ia menggunakan seragam perusahaan dan latar belakang tempat kerja, konten tersebut tidak lagi dilihat sebagai ekspresi pribadi semata. Publik termasuk rekan kerja, atasan, dan bahkan kompetitor perusahaan melihatnya sebagai representasi dari perusahaan tersebut. Akibatnya, apa yang awalnya dianggap sebagai konten lucu berubah menjadi bom waktu yang merusak citra perusahaan.

Inilah yang sering kali dilupakan oleh banyak orang: di media sosial, identitas pribadi dan profesional sering kali sulit dipisahkan. Apalagi jika kita secara eksplisit atau implisit mengaitkan diri dengan perusahaan tempat kita bekerja. Setiap unggahan tidak hanya mencerminkan diri kita, tetapi juga bisa berdampak pada corporate identity, citra dan reputasi perusahaan secara keseluruhan.

Personal Branding: Bukan Hanya untuk Influencer

Istilah "personal branding" mungkin lebih sering dikaitkan dengan para influencer atau public figure. Namun, sebenarnya, setiap orang memiliki personal branding, baik disadari maupun tidak. Personal branding adalah cara kita mempresentasikan diri kepada dunia, baik secara online maupun offline. Ini mencakup nilai-nilai yang kita anut, keahlian yang kita miliki, dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain.

Di dunia kerja, personal branding menjadi semakin penting. Bukan hanya untuk membangun karier, tetapi juga untuk menjaga reputasi profesional. Seorang karyawan dengan personal branding yang kuat tidak hanya dikenal sebagai "pegawai perusahaan X," tetapi juga sebagai individu yang memiliki integritas, keahlian, dan nilai-nilai yang konsisten.

Namun, membangun personal branding yang positif tidak semudah mengunggah foto atau video di media sosial. Dibutuhkan kesadaran dan strategi yang matang. Setiap konten yang dibagikan harus dipikirkan matang-matang: Apakah ini mencerminkan nilai-nilai yang ingin saya sampaikan? Apakah ini bisa merugikan diri saya atau perusahaan tempat saya bekerja? Apakah konten ini bisa diinterpretasikan secara berbeda oleh orang lain?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline