Sudah menjadi rahasia umum kalau birokrasi di negara kita ini prosesnya panjang dan berbelit-belit. Terutama untuk hal-hal yang bersifat pelayanan umum dan menyangkut hajat orang banyak. Sehingga di tengah-tengah masyarakat ada semacam jargon “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah”, yang menggambarkan betapa rumitnya birokrasi tersebut. Selain di pemerintahan dan pelayanan umum, beberapa perusahaan BUMN dan swasta masih ada yang memelihara dan terjebak dalam lingkaran setan birokrasi ini.
Saya pernah mengalami kejadian yang membuat kepala berkerut dan berusaha untuk mengelus dada ketika melihat betapa rumitnya perbagai proses administrasi di sebuah perusahaan yang kebetulan menjadi klien saya dalam sebuah kegiatan training. Mulai dari meminta persetujuan untuk melakukan kegiatan, proses pengadaan barang sampai urusan pembayaran kepada vendor atau mitra kerja mereka. Semuanya harus melalui proses yang mengalahkan panjangnya jalur lintas sumatera, tersendat-sendat laksana menembus kemacetan kota Jakarta dan yang jelas semua proses itu menjadi melelahkan.
Padahal semua itu output dari proses yang panjang tersebut sangat dibutuhkan guna menunjang kelancaran operasional mereka di lapangan. Para “end user” di cabang dan wilayah produksi sudah berteriak-teriak, kebutuhan demi kebutuhan sudah sangat mendesak. Sementara berkas permohonan dan administrasinya masih berputar-putar dari satu meja ke meja yang lainnya di kantor pusat. Itulah sedikit gambaran negatif mengenai proses birokrasi.
Secara umum birokrasi bisa kita artikan sebagai sebuah prosedur yang berlaku dalam sebuah organisasi dan menjadi semacam sistem yang menggerakkan roda organisasi tersebut. Menurut Pongki Pamungkas, seorang penulis buku tentang leadership, birokrasi mempunyai dua fungsi bolak-balik. Yang pertama, birokrasi berfungsi memberikan pelayanan terhadap customer atau user-nya. Artinya, pelaksana birokrasi harus benar-benar menghayati bahwa mereka menjadi bagian dari sebuah proses bisnis. Dengan kata lain mereka harus menyadari bahwa mereka mempunyai customer di proses berikutnya.
Yang kedua, birokrasi berfungsi menjadi semacam alat kontrol yang bertugas menjaga agar lalu lintas manajemen berjalan sesuai rambu-rambu serta prosedur yang sudah ditetapkan. Birokrasi harus menjamin dan memastikan bahwa seluruh peraturan yang telah ditetapkan manajemen, dijalankan sesuai prosedurnya.
Jadi birokrasi itu semacam pisau bermata dua. Di salah satu pihak birokrasi berfungsi sebagai alat pengendali dan memastikan bahwa semua kebijakan manajemen terlaksana sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Di lain pihak kalau terjadi semacam kondisi overdosis dalam pelaksanaan birokrasi ini maka akan menyebabkan tersendatnya roda organisasi. Bahkan bisa jadi menimbulkan kemacetan yang berakibat fatal buat kelangsungan hidup organisasi tersebut.
Jack Welch, CEO General Electric pernah mengatakan, “Musuh kita tidak hanya berupa pesaing, tetapi juga birokrasi. Kita banyak sekali bicara tentang birokrasi yang akhirnya sering tidak bermakna. Kita bertemu musuh dan musuh itu ternyata adalah diri kita sendiri.” Dan pada setiap kesempatan Jack Welch selalu mengingatkan timnya, “Kita harus menyingkirkan segala sesuatu yang menghalangi jalan kita untuk menjadi informal, cepat dan tidak terbatas.”
Birokrasi dalam batas-batas tertentu serta untuk kondisi yang wajar masih diperlukan, selama tujuannya untuk memperlancar proses bisnis bukan untuk menghambat serta mengembangkan ego pribadi. Birokrasi tersebut hanyalah semacam tools atau alat yang dibuat untuk memperlancar sebuah pekerjaan. Efektif atau tidaknya birokrasi tersebut tergantung kepada pribadi-pribadi yang menjalankannya. Ketika sebuah alat (tools) tersebut sudah tidak efektif dan malah terkesan memperlambat kinerja sebuah organisasi, maka sudah sepantasnya alat tersebut disempurnakan atau malah sekalian diganti dengan alat baru yang lebih efektif. Bukan senjata (alat) yang memenangkan peperangan, tetapi orang yang memegang senjata tersebut yang memenangkannya.
Disinilah diperlukan pribadi-pribadi yang dinamis dan mengetahui kapan harus bisa menentukan serta mengambil keputusan sesuai tanggungjawab dan kewenangannya agar roda organisasi tidak tersendat. Jangan sampai terjebak dalam sebuah lingkaran birokrasi yang justru membuat macet dan berakibat fatal buat kelangsungan organisasi.
Denni Candra (FB : Denni Candra, Twitter : @CandraDenni)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H