Lihat ke Halaman Asli

Lawan PDIP Bukan Saja Gerindra, tetapi Juga Jokowi

Diperbarui: 20 Maret 2018   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada Jatim akan menjadi tolok ukur PDIP memasangkan Jokowi-Puan. Baik Menang ataupun Kalah, pasangan Gus Ipul-Puti merupakan pra kondisi untuk memperkenalkan generasi ketiga Trah Soekarno. Dari hasil dan analisa perkembangan sentimen publik selama masa kampanye Pilkada Jatim 2019, PDIP akan memformulasikan model kampanye Jokowi-Puan.

Mengapa penting mengajukan Puan untuk menjadi wakil Jokowi?

Saat ini Puan tidak saja mewakili trah Soekarno, tetapi juga mewakili Core-PDIP. Bila kita kilas balik sejarah PDIP di masa reformasi, didalam partai ini sesungguhnya masuk beragam faksi diantaranya PRD (partai rakyat demokrat) yang dulu diketuai Budiman Sujatmiko. Dari lambang dan platform partai banyak orang tahu bahwa partai ini berhaluan ke kiri kirian. Walaupun benang merahnya tipis, tetapi kita bisa melihat adanya fenomena ganti baju. Ini bisa dilihat dari warna dan cara kampanyenya. Ada nuansa konfrontasi dengan partai yang lebih mapan untuk mencari panggung.

Tentu saja strategi konfrontasi ini nothing to loose. Jika menang tentu akan mendapatkan panggung, jika kalah ya tidak apa - apa toh memang partai ini masih gurem. Nuansa konfrontasi bisa dilihat dari adegan Fahri vs Tsa.. atau Fadly vs Ant... (tidak saya tulis lengkap biar ga Ge Er saja, maklum dia lagi cari panggung). Secara etika, kampanye model attacking seperti ini sebenarnya kurang beradap, karena hanya fokus pada apa yang dilakukan orang lain, disisi lain tidak jelas apa yang sudah dilakukan. Bisa dibayangkan jika semua partai mengedepankan konfrontasi dan tidak fokus pada kerja masing - masing. Maka atmosfir politik nasional akan selalu memanas disisi lain pembangunan dan kemajuan memiliki efisiensi yang rendah.

Saat ini posisi Megawati di PDIP sangat kuat dan tak tertandingi, jadi wajar jika para penumpang gelap tidak berani berkonfrontasi langsung melawan Megawati di PDIP. Walaupun sebenarnya "test the water" secara samar - samar telah dilakukan beberapa kali untuk menggoyang Megawati dari PDIP. 

Strategi memecah secara tersamar saat ini sudah mulai terlihat nuansanya. Jika Megawati dan PDIP terlambat mengantipasi, bukan tidak mungkin  PDIP  akan kehilangan momentum untuk mengamankan konstituennya. Jangan sampai PDIP merasa dibohongi di akhir permaianan, karena Prabowo sudah pernah mengalaminya.

Berpolitik itu bukan sekedar menang kalah, tetapi juga bagaimana bangsa ini mendapatkan jalan terbaik untuk kemajuan. Jadi tidak pada tempatnya jika politik konfrontasi dipakai sebagai alat untuk memenangkan kompetisi, apalagi jika sampai mengabaikan kebahagiaan rakyat karena banyak memproduksi konten provokatif dan agitasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline