Lihat ke Halaman Asli

Pemilu 2014 dan Visi Indonesia 2020

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah 2014 yang makin “panas” ini, saya teringat pertanyaan yang sering terlontar di kalangan aktivis sejak lima belas tahun lalu. Pertanyaan itu adalah “mau di bawa kemana Indonesia?” Saya mulai membuka-buka dokumen reformasiyang tenggelam di tengah lautan persaingan politik yang kian panas seiring kian dekatnya pemilu 2014. Sejumlah kasus yang menimpa aktor politik pun semakin membuat semeraut hukum dan politik yang telah lama kusut.

Adalah Armada Band yang meluncurkanlagu berjudul “mau di bawa kemana”.Lagu yang dapat di interpretasikan sebagai sebuah ungkapan jujur masyarakat Indonesia khususnya pemuda. Masyarakat mulai bosan bertanya tentang “mau di bawa ke mana Indonesia” dengan teriakan “merdeka” atau teriakan “reformasi”. Kejenuhan itu barangkali juga disebabkan objek yang dituju sudah terlalu lama membisu sehingga Rizal (Vokalis Armada Band) harus menyampaikan kepiluannya pada sang kekasih melalui sebuah lagu.

Ditengah kegalauan masyarakat tersebut, para pemimpin bangsa tenyata juga mengalami kebingungan tentang “apa yang harus dilakukan?”. Kebijakan Menteri Kesehatan, Nasiah Mboi membagikan kondom kepada masyarakat beberapa waktu yang lalu, adalah kebijakan yang dinilai kurang cerdas sehingga banyak ditentang masyarakat dan akhirnya harus dibatalkan. Selain itu, pelarangan polwan mengenakan jilbab jelas bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28E ayat 2 UUD 1945. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Kemudian pada pasal 28 G ayat 2 UUD 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Bagi seorang muslimah, dilarang mengenakan jilbab tentu merendahakan martabatnya sebagai seorang muslimah. Terakhir adalah kisruh Anas Urbaningrum di KPK, mantan Ketua Umum Partai demokrat yang ditahan KPK sebagai tersangka dalam kasus Hambalang yang konon membawa nama Persiden SBY.

Bagaimana sebuah bangsa dapat keluar dari belenggu permasalahannya? Jika masyarakat dan pemimpinnya sama-sama kebingungan. Bahkan kebingungan itu terkait dengan arah berlayar kapal yanga bernama “Indonesia”.

Seperti sebuah penyakit, kebingungan itu tentu memiliki penyebab. Tapi sayangnya bangsa ini tidak sadar dengan penyakit “bingung” itu, sehingga tidak pernah dilakukan diagnosa. Namun orang yang melihat tentu akan menebak-nebak, apa peyebabnya. Barangkali ada yang menduga kebingungan itu disebabkan tidak adanya catatan cita-cita yang diwariskan. Atau, tidak adanya orang-orang terdahulu yang mencoba merumuskannya. Namun sayang, semua dugaan itu salah. Sembilan November 2001, MPR menetapkan Visi Indonesia Masa Depan dalam TAP MPR No VII/MPR RI/2001.Dalam ketetapan tersebut, Indonesia memiliki Visi Masa Depan yang terdiri dari tiga Visi: Visi Ideal sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Visi Indonesia 2020 berlaku sampai tahun 2020, dan visi lima tahunan sesuai dengan garis-garis besar haluan negara.

Dalam Visi Indonesia Masa Depan tersebut, Visi Indonesia 2020 memiliki pembahasan Khusus. Visi tersebut adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang relegius, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Dan dalam Bab Pasal 2 Bab V, teradapat Kaidah pelaksanaan yang berbunyi:

“Menugaskan kepada semua penyelenggara negara untuk menggunakan Visi Indonesia 2020 sebagai pedoman dalam merumuskan arah kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”

Artiya, pemerintah semestinya menjadikan Visi Indoensia 2020 sebagai target yang harus dikejar dan menjadikannya national interest, serta menjadi PR bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Hal ini juga tentu menjadi evaluasi sepuluh tahun pemerintahan SBY. SBY tidak pernah mengangkat Visi tersebut menjadi national interest atau tujuan nasional yang harus dikejar. Maka wajar jika indikator-indikator dalam Visi tersbut masih jauh dari tercapai. Seperti terwujudnya penyelenggaraan negara yang bebas KKN sebagaimana yang tercantum pada bab IV No. 09 poin a Visi Indonesia 2020. Beberapa kasus korupsi seperti kasus Hambalang yang meyeret Andi malarengeng dari Jabatannya sebagai Menpora, tentu menjadi catatan hitam bagi kabinet yang dipimpin SBY.

Di sisi lain, seabrek permasalan dan waktu yang tidak banyak untuk mewujudkan Visi Indonesia 2020, menjadi PR besar bagi pemimpin Indonesia mendatang. Pemilu Juli mendatang akan menentukan siapa yang memimpin negara dan bangsa Indonesia, sekaligus menentukan apakah pemimpin dan masyarakat akan sepakat untuk bekerja sama dan saling mendukung mewujudkan national Interest-nya Indonesia, Visi Indonesia 2020. Masyarakat tentu sudah lebih cerdas dalam menentukan pilihan, pengalaman tentu akan memberikan pelajaran dan menambah kedawasaan. Selamat menentukan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline