Lihat ke Halaman Asli

Deni Sugandi

Penulis, pemandu geowisata, fotografer

GUGAT INDONESIA MENGGUGAT

Diperbarui: 29 Agustus 2016   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah tajuk nan provokatif “Standarisasi Foto Jurnalistik di Media” pada sebuah thread komunitas fotografi online, FN. Judul yang menggelitik, memancing, yang seharusnya di ‘gugat” ternyata sepi sepi saja.

“Standarisasi Foto Jurnalistik di Media”Gedung Indonesia Menggugat, Sabtu 28 Februari 2009Pembicara; Oscar Motuloh (Antara) dan Bea Wiharta (Reuters) Moderator: Irma Chantily Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurnalistik FIKOM UNPAD

Sebuah foto, menggambarkan seorang prajurit Amerika di sebuah bunker di pertempuran Irak, tampak kelelahan. Sang fotografer, memotretnya dalam kondisi cahaya rendah, mengakibatkan gambar menjadi blur, karena long eksposur. Tampak terlihat matanya terbelalak, menatap kosong. Inilah pemenang World Press Foto tahun 2007, Tim Hetherington. “Tegas Oscar Motuloh, dalam penyampaiannya dalam seminar “Standarisasi Foto Jurnalistik di Media” yang diselenggaraka oleh HIMA Juranalistik UNPAD, 28 Februari 2009 lalu. 

Tetapi kitapun tidak selalu harus bisa menerima begitu saja, tandasnya, seraya memperlihatkan foto nominasi lain, dari fotografer yang sama; Tim Hetherington, foto hitam putih, tentara yang sama dalam kondisi waktu yang berbeda, di tempat yang sama, tergolek lemah, sambil memegang “machine gun” Gambar ini dieksekusi dengan bagus, baik itu secara teknis, maupun “isi” yang ingin disampaikannya. Namun kenapa, juri World Press lebih memilih foto pertama? “Marilah kita gugat, karena kita berada di gedung untuk menggugat” tandas Oscar.


“Awalnya sebuah citra” ketikan rapih yang dituliskan pada slide presentasi urutan petama pada setiap sajian oleh Oscar Motuloh. Diakuinya bahwa kalimat tersebut memang “dipinjam” dari seorang sastrawan Indonesia, setiap ia akan menorehkan puisinya, Sutarji Colsum Bachri. Contekan tersebut kemudian diganti “kata” menjadi “citra” dengan alasan...

Sumber Blog Pribadi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline