Perundungan! Kata yang sarat makna untuk saya sebagai seorang pendidik. Belakangan, kata ini makin santer di media. Pelakunya tak tanggung-tanggung, remaja usia belia. SMP tepatnya. Saya di usia mereka masih asyik-asyiknya berpetualang. Di lingkungan sekolah, main bola sampai harus ditegur guru karena masuk kelas penuh keringat. Sore hari, masih ikut ekstrakurikuler pencak silat. Sesekali kalau mendapat tugas di Stasi Zumalai, kami latihan paduan suara. Tak lupa, mandi di sungai sampai lupa waktu. Paling kami harus bergegas pulang kalau hari hujan karena pasti sungai akan banjir. Kini? Tentu beda!
Bertahun-tahun setelah kini tinggal di Jakarta, saya pun bertemu dengan anak usia SMP dan mendidik mereka sebagai anak-anak zamannya. Jauh berbeda tentu! Memberi pemahaman yang memadai tentang perundungan juga bukan hal yang mudah. Namun, saya menemukan satu metode yang dapat menjadi upaya diseminasi paradigma kebaikan di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa perubahan zaman tidak lantas menggerus norma formal. Norma materialnya yang perlu selalu aktual dan konkret. Jawabannya saya temukan dalam kegiatan perwalian umum per jenjang.
Sekolah dan Pendidikan Karakter
Salah satu pokok pendidikan karakter adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan. Sekolah punya imperatif moral untuk mengajarkan paradigma kebaikan bagi peserta didik secara eksplisit. Tujuannya tak lain adalah agar prinsip-prinsip moral dasar senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan dan tindakan. Setidaknya, anak sudah dikenalkan dengan etiket yang disepakati bersama. Lebih lagi, anak-anak mampu mempertimbangkan baik buruknya suatu tindakan. Perwalian umum per jenjang menjadi upaya konkret untuk melakukan diseminasi paradigma kebaikan dalam diri peserta didik.
Perwalian umum per jenjang tidak sebatas memberi wejangan tentunya. Banyak hal yang dapat dilakukan; mengajak anak memahami materi dengan permainan, bermain peran/role play, menegaskan dengan video pembelajaran, diskusi bersama dengan studi kasus, dan masih banyak hal lain lagi. Dengan kata lain, perwalian umum ini memungkinkan anak-anak disapa sebagai satu angkatan, mengarahkan pola pikir, dan cara bertindak mereka agar dapat selalu memilih yang baik, bukan hanya dalam pemikiran dan pemahaman, melainkan sampai pada pilihan sikap dan tindakan yang lebih baik dibandingkan dengan tindakan yang lain.
Berbuat Baik
Perundungan terjadi karena anak-anak di usia SMP ini tidak dikenalkan dengan satu prinsip moral dasar yang perlu ditanamkan dini. Berbuat baik adalah salah satu prinsip moral dasar. Pada hakikatnya, tindakan bermoral adalah tindakan yang membawa kebaikan bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dengan perwalian umum, anak-anak menyegarkan kembali ingatan bersama bahwa paradigma kebaikan ini sungguh dapat dibatinkan, tidak sebatas keberhasilan dari sisi prestasi akademis, melainkan juga dari sisi non akademis. Tegasnya, mengolah sisi empati dan bela rasa pada teman-teman yang lain perlu diberi tempat. Artinya, anak harus sungguh dilatih memiliki rasa perhatian dan kepekaan pada orang lain. Sebelum bertindak, selalu mengutamakan dan mendahulukan orang lain.
Mengenalkan dan membatinkan paradigma ini tentu tak mudah. Dari pengalaman saya, pengalaman tak berhasil atau gagal untuk berbuat baik bisa saja menjadi pengalaman yang menggugah dan mencerahkan. Anak-anak dapat merasakan sendiri secara personal bagaimana perasaan mereka bila tidak berhasil untuk berbuat baik bagi sekitarnya.