Pulau Galang. Nama pulau itu pertama kali saya dengar dari seorang rekan Jesuit. Ia menceritakan bahwa beberapa pastor Jesuit pernah ditugaskan untuk berkarya untuk menemani, melayani, dan membela hak-hak para pengungsi Vietnam yang menaiki kapal kecil hingga sampai di pulau ini. Salah satu pastor tersebut pernah saya temui semasa di SMA dulu, yaitu P. I. Warnabinarja, SJ.
Cerita ini saya dengar pada tahun 2000-an. Belum terpikir sama sekali untuk mengunjungi tempat ini. Namun, pada 2018, saya berkesempatan melihat dari dekat ex-Camp Vietnam ini. Dan, berikut kisahnya:
Pulau Galang
Pulau Galang seolah menjadi saksi pilu krisis kemanusiaan di Vietnam. Pada 1970an, ribuan sekoci menampung penduduk yang berjejalan menantang dahsyatnya amukan ombak Laut Cina Selatan. Pelayaran yang sungguh sangat berbahaya mencari daratan. Dan, tentu tak sedikit pula kapal yang karam ditelan badai dan ombak sebelum sampai daratan.
Napak tilas sejarah ini mengingatkan kita pada catatan kelam sejarah. Pada 30 April 1975, Saigon jatuh ke tangan kekuasaan Vietnam Utara. Penduduk Vietnam Selatan menghadapi dua pilihan yang dilematis, lari atau dibunuh. Maka, mulailah gelombang pengungsi dari Vietnam yang kian lama kian membludak. Selain menghindari perang, pengungsi tentu ingin mencari penghidupan yang layak. Tidak hanya rakyat biasa, ada pula masyarakat dari beragam profesi yang memutuskan keluar dari Vietnam dan mencari suaka. Pada Oktober 1979, tercatat hampir 30 ribu lebih jumlah pengungsi.
Pada pemerintahan Presiden Soeharto, dibangunlah camp di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Waktu itu, pulau ini dianggap pulau kosong yang tidak dihuni penduduk setempat. Tetapi, sebenarnya pulau Galang ditinggali oleh beberapa warga asli. Untuk menghindari percampuran dengan pengungsi Vietnam, warga lokal tersebut dipindahkan ke Sembulang.
Pulau ini dianggap strategis. Selain lengkap dengan sumber air, Sungai Gong, untuk memenuhi kebutuhan air bagi ribuan pengungsi, camp ini didirikan dengan berbagai fasilitas; pelabuhan, barak pengungsi, tempat ibadah, sekolah, dan akses jalan. Di atas lahan 80 hektar, sisa-sisa camp Vietnam ini masih dapat kita lihat kini.
Wisata Religi, Diorama Jalan Salib