Lihat ke Halaman Asli

Denis Guritno Sri Sasongko

Pendidik dan Pembelajar

Macet Tak Lagi Ramah dengan yang Searah

Diperbarui: 2 Mei 2019   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengendara sepeda motor nekat melawan arah saat berlangsung razia di jalan layang non tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta, Selasa (25/7/2017). Pengendara motor masih nekat memasuki dan melintasi JLNT tersebut baik dari arah Tanah Abang maupun Kampung Melayu. (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)

Macet, itu biasa. Namanya di Jakarta. Suka nggak suka, kalau bepergian, ya harus siap. Namun, saat hujan seperti ini, intensitas kemacetan jauh lebih parah. Solusinya, kalau nggak mau terjebak macet, jalan saja waktu hujan turun dengan derasnya. Meski tahu, siap-siap saja menerabas genangan air.

Tulisan ini tidak untuk membahas kebijakan pemerintah, tidak pula tulisan politis, tetapi sekadar berbagi pengalaman. Saya teringat seorang dosen yang berteman di media sosial Facebook pernah menulis. 

Kurang lebih saya kutip demikian, "saat seperti ini, saya mampu membedakan mereka yang ahli tata kota dan ahli tata kata." Menurut saya, benar juga pendapat beliau ini. Dan, saya tidak mau terjebak dalam dua dikotomi ini. Saya bukan ahli tata kota, bukan pula ahli tata kata.

Cerita Pertama

Siang itu, Jumat, 26 April 2019, sengaja saya bergegas menuju kampus, dua jam sebelum Ujian Tengah Semester di mulai. Seperti biasa, siang hari suasana serba tidak nyaman tentunya. 

Panas, dan macet di beberapa titik. Sepuluh menit berkendara, sampailah saya di daerah slipi. Di U-Turn sebelah slipi jaya, tampak beberapa kendaraan melawan arah. Dan...

"Prak....!!!" Spion motor saya bersenggolan dengan motor yang melawan arus, meski saya sudah jelas-jalas berada di sebelah kiri.

"Woi.... bisa naik motor nggak lo?!!!" Si pengendara meneriaki saya

Bingung saya. Posisi sudah di lajur jalan sebelah kiri, pun pula kondisi mobil tidak memungkinkan saya menghindar. Panas pun menyengat. Buru-buru menyiapkan diri ke kampus untuk Ujian Tengah Semester, tak sempat pula saya meladeni teriakan si pengendara. 

Cuek saja, saya ngeloyor pergi. Macet memang tak lagi ramah dengan yang searah. Pelajaran pertama, lawanlah arah berkendara untuk mendapat jalan pintas, makilah jika memang perlu, yakinlah diri paling benar meski tahu salah sebenarnya. Pelajaran pertama.

sumber gambar (ilustrasi): pasangmata.detik.com

Cerita Kedua
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline