Lihat ke Halaman Asli

Denis Guritno Sri Sasongko

Pendidik dan Pembelajar

"Joey, Jangan Diambil Hati Media Sebut Kamu Gagal"

Diperbarui: 19 Februari 2016   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Berita Joey Alexander (sumber gambar: http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160215_majalah_joey_alexander_grammy_gagal)"][/caption]

"Wow keren..."

Saya ternganga lihat permainan jazzmu, Joey. Dua hari lalu, namamu heboh menghiasi layar kaca hingga semalam lho. Sambil menulis ini, saya berpikir saya harus tertunduk malu karena terlalu cepat puas diri. Kalau kamu saja sudah begitu hebat di usia belia, pastinya di kemudian hari, namamu harum sebagai pianis. Ah, Ananda Sukarlan mungkin namamu akan jauh bersinar. Yang jelas... Salut untuk jerih lelahmu sampai bisa mengikuti perhelatan semegah Grammy.

Nggak kebayang, di sana kamu ketemu Johny Depp, Taylor Swift, Justin Bieber, Adele. Sementara kamu makan malam dengan Lady Gaga, saya makan bareng (sarden) Gaga. Ah Joey... Kamu keren. Padahal kalau beli tiket konser mereka di sini, tahu sendiri kan? Mihil...

"Kling..." Pesan masuk di grup WA. Sambil saya baca, berita dan fotomu disandingkan antara media asing yang menyebutmu prodigy dan media di Indonesia yang menyebutmu gagal. Bahkan, ketika kecil dulu, saya sering mendengar BBC London di radio, kini menulis demikian, "Pianis Indonesia, Joey Alexander, dipastikan gagal meraih penghargaan musik Grammy 2016. Bocah berusia 12 tahun itu kalah dari dua musisi Jazz, John Scofield dan Christian McBride."

Para juri Grammy menyisihkan komposisi Joey berjudul Giant Steps dan lebih memilih komposisi McBride yang berjudul Cherokee pada kategori Best Improvised Jazz Solo. Adapun pada kategori Best Jazz Instrumental Album, para juri memilih album John Scofield bertajuk Past Present. Dengan demikian, album Joey yang berjudul My Favorite Things tersingkir dari persaingan." (sumber)

Joey, maaf bukannya apa-apa. Kata gagal, menyisihkan, tersingkir itu sebenarnya kata-kata yang umum kok. Contoh ya: Pak guru pastinya pernah bilang gagal jadi juara kelas. Atau dengar di TV, ajang pencarian bakat dan juri menyisihkan kontestan yang tak layak. Lalu, kontestan yang tak layak merasa hina, tersingkir, nangis-nangis bombay di depan kamera. Yah gitulah. Itu kata yang wajar di telinga. Bahkan kalau nanti kuliah ya Joey. Kakak kelasmu mungkin ada yang mewanti-wanti untuk berhati-hati dengan dosen killer di kampusmu.

Bayangkan, Nak. Profesi dosen yang semulia itu disamakan dengan profesi sebagai sniper. Kuliahnya lama. Perjuangannya juga nggak mudah. Dan dalam beberapa jam pertemuan, gelar killer disematkan dengan mudah. Sadis kan Joey? Untung ndak berurusan dengan lembaga yang melegalkanmu halal atau haram. Coba saja bilang killer di depan matanya, bisa jadi kamu kena fatwa jadi mahasiswa abadi. Paling tidak, seharusnya sidang skripsi tidak harus berarti masuk killzone-nya si dosen meski bisa saja cap gagal lagi-lagi disematkan si "sniper". Daripada bilang killer, bilang idealis kan lebih manusiawi.

Joey, sekali waktu bolehlah membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tidak ada tiga kata itu, pastinya ada kata yang jadi kata tak bermakna. Ada sukses harusnya ada lawan katanya. Ya apa lagi kalau bukan gagal. Ada terpilih, ya berarti ada kata tersingkir atau tersisih. Ada hitam ya ada putih. Tahu ada putih karena tahu yang namanya hitam. Ada yin dan ada yang. Pokoke, itu yang namanya keseimbangan. Nah, ada positif dan tentu pastinya ada negatif. Boleh setuju boleh tidak kok. Saya jadi teringat kisah putera dari Professor Reinald yang terkenal dengan Rumah Perubahan itu. Kisahnya soal karangan bahasa Inggris yang terbatas lingkup semantiknya. Oleh guru dari si anak malah diberi nilai Excellent. Bukan Failed lho. Alasannya sederhana. Si anak bukan penutur bahasa Inggris.

Nak, balada kata gagal kalau mau diurutkan akan jadi litani panjang. Tapi itulah kenyataannya. Soal yang tadi ditulis, lupakan. Miris memang. Saat media sudah didorong oleh Pak Jokowi untuk berperan sebagai agen pembangunan dan motivator ulung, beritanya malah seputar kegagalanmu. Pak Presiden lho yang ngomong. Di hari Pers Nasional pula. Kalau saya, ya malulah. Kursus pianomu saja saya pikir atas jerih lelah orang tua kan? Saya ndak keluar uang sepeser pun untuk membelikanmu tiket ke LA.

Kalau saya, lebih baik saya nggak terlalu ikut mencibirmu. Sssttt... Joey, dengar-dengar sekarang ada wacana nggak boleh bawa gadget ke sekolah lho. Bayangkan sulitnya memperluas lingkup perbendaharaan jazzmu kan? Di sekolah masak kamu harus main cublak-cublak suweng terus. Atau apa ya kamu harus disuguhi klasik terus? Lalu ngajarimu improvisasi jazz, kamu diajak mendengar harmoni Alam, cuitan burung? Ah Joey, ini bukan August Rush kan ya. Tak membantu, malah membuatmu timpang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline