Di era globalisasi sekarang ini, semua kegiatan dipermudah dengan kemajuan teknologi yang ada. Salah satunya adalah kemajuan dibidang transaksi ekonomi. Transaksi yang terjadi juga berkembang tidak hanya sebatas transaksi dalam negeri, tetapi juga transaksi multinasional.
Suatu perusahaan pada umumnya selalu ingin mengurangi jumlah pajak yang akan dibayarkan. Salah satu cara yang dilakukan perusahaan multinasional adalah dengan menentukan harga yang tidak sesuai dengan kewajaran untuk mengalihkan pendapatannya ke negara dengan tarif pajak lebih rendah. Praktik ini sering disebut dengan abuse of transfer pricing.
Gunadi (1994) berpendapat bahwa transfer pricing adalah sejumlah harga kesepakatan antara kedua belah pihak atas penyerahan jasa atau barang dalam transaksi apapun.
Biasanya transfer pricing terjadi karena ada hubungan istimewa antar perusahaan yang melakukan transaksi. Misalnya sebuah perusahaan sepatu yang berkedudukan di Negara Y. Perusahaan Y Corp memiliki anak perusahaan di Indonesia bernama PT Z. Untuk memproduksi sepatu PT Z mengimpor kulit dari Y Corp. diketahui harga wajar kulit adalah 5/kg. tetapi PT Z membelinya dengan harga 10/kg. Akibat transaksi PT Z dan Y Corp tersebut biaya yang dikeluarkan oleh PT Z lebih besar. Sehingga hal ini akan menjadi pengurang penghasilannya dan membuat pajaknya menjadi lebih kecil.
Transfer pricing merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rasio pajak Indonesia rendah. Berdasarkan data dari Menteri Keuangan RI, mengatakan bahwa tax ratio Indonesia masih dibawah rata-rata global maupun regional.
Dengan adanya kemajuan teknologi digital dinilai juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya praktik transfer pricing. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Bapak John Hutagaol bahwa volume transaksi perdagangan barang dan jasa lintas batas negara juga semakin meningkat.
Kasus transfer pricing tidak bisa dianggap sepele karena dapat berpotensi untuk menggerus penerimaan Negara Indonesia dari sektor pajak. Maka dari hal tersebut pemerintah harus memiliki dasar yang kuat untuk menghadapi kasus transfer pricing.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan memperkuat dasar hukum tentang hubungan istimewa dari Undang-Undang Pajak Penghasilan hingga ke turunannya. Seperti mengenai Advance Pricing Agreement yang diatur di PER-69/PJ/2010 dan PMK Nomor 7/PMK.03/2015.
Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat tentunya akan memunculkan modus-modus baru dalam praktik transfer pricing. Oleh karena itu diperlukan usaha yang serius khususnya oleh petugas pemeriksa pajak agar tidak banyak potensi pajak yang tergerus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H