Beberapa bulan lalu perhatian saya tertuju pada sebuah spanduk yang panjang membentang di suatu diaerah di Kuningan, Jawa Barat. Spanduk tersebut berisi penolakan terhadap perusahaan swasta yang hendak melakukan pengeboran air tanah di sana.
Setelah saya coba telusuri detil perkaranya lewat kanal berita, diketahui masyarakat daerah tersebut memang menolak keberadaan perusahaan yang hendak memanfaatkan air tanah di sana. Masyarakat lewat perwakilanya telah menempuh jalur mediasi lewat DPRD setempat. Mereka menyampaikan kekhawatiran terhadap keberlangsungan sumber daya air di masa yang akan datang.
Pihak perusahaan pun merasa gerah. Investasi mereka terhambat karena kabar berita yang tidak sesuai fakta. Secara teknis pengeboran air tanah tidak akan menggangu suplai air warga, ungkap mereka. Tak tanggung-tanggug jalur hukum ditempuh perusahaan untuk menghentikan provokasi beberapa oknum warga yang dinilai opininya menyesatkan.
"Wah, ini cuma permainan orang-orang kaya. Rakyat kecil selalu jadi korbannya."
Mari kita kesampingkan dulu aspek politik dan oknum dalam pemerintahan. Hal-hal tersebut juga merupakan masalah. Akan tetapi kita biasanya luput dengan masalah yang satu ini: literasi.
Dalam setiap upaya penolakan, opini "kepentingan masyarakat" selalu jadi senjata dalam meghalau upaya pemerintah dan swasta.. Parahnya lagi usaha penolakan seringkali diglorifikasi, dianggap sebagai perjuangan melawan kezaliman.
Padahal tak jarang opini dalam upaya perlawanan tidak dibarengi dengan pemahaman mendalam tentang permasalahan yang tengah terjadi.
Jadi apa yang salah dengan "perjuangan" masyarakat yang menolak pengeboran air tanah ini? Berikut pembahasannya.
Apa Itu Air Tanah?
Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 31 Tahun 2018, air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah terkumpul dalam zona jenuh (saturated zone) yang batas atasnya disebut sebagai muka air tanah (water table).
Mungkin di antara kita ada yang pernah berpikir bahwa air tanah membentuk "sungai bawah tanah" yang mengalir deras. Kenyatannya, keyakinan sebagian masyarakat tersebut salah besar. Air tanah mengisi pori-pori dan celah di antara tanah dan batuan, seperti halnya air yang mengisi spons.