Mengajarkan ibadah kepada anak sangatlah penting. Bagi orang tua, mengajarkan ibadah merupakan bekal bagi anak agar ketika baligh nanti bisa menjaga kewajibannya sebagai seorang muslim. Ini juga sekaligus merupakan ladang amal bagi orang tua.
Ibadah di sini bukan cuma soal perkara ritual individual. Di samping shalat, zakat, puasa, dan kewajiban diri lainnya, anak juga perlu diajarkan tentang ibadah "horizontal" yang erat kaitannya dengan akhlak dan adab dalam menjalin hubungan dengan teman, guru, dan masyarakat pada umumnya.
Orang tua tentunya ingin anaknya memiliki kualitas ibadah yang baik, istiqomah, dan disertai akhlak yang mulia. Orang tua kemudian termotivasi untuk memberikan pendidikan ibadah kepada anaknya dengan berbagai cara salah satunya dengan mengikutsertakan anak ke dalam lingkungan pendidikan islam di sekolah maupun di sekitar rumah.
Anak kerap didorong untuk terus belajar, bahkan tak jarang dipaksa, mengharapkan hasil yang ideal menurut orang tua. Akan tetapi, orang tua pun seringkali luput dari hal terpenting dalam memberikan pendidikan agama kepada anak. Hal tersebut adalah teladan.
Pada suatu hari ada seorang ibu yang membawa anak laki-lakinya ke hadapan Khalifah Umar bin Khattab. Ia mengeluhkan perilaku anaknya yang durhaka dan kurang ajar. Umar menanggapi aduan tersebut dengan mengingatkan beberapa hak yang berhak diterima anak tersebut dari orang tuanya.
Si anak seketika menyambur uraian Umar dan berkata bahwa ibunya berperangai buruk, seirng berkata kotor, dan melakukan tindak kekerasan. Jangankan diajari ilmu akhlak yang baik, yang ia dapat hanya perlakuan kasar. Mendengar itu Umar marah dan kemudian mengingatkan bahwa si ibu telah merusak anaknya dengan tangannya sendiri.
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah juga, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
Tidak ada seorang manusia yang terlahir kecuali dia terlahir atas fitrah (kesucian seperti tabula rasa, kertas yang belum ditulis apapun, masih putih). Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.
Hadis di atas selain menunjukkan bahwa anak terlahir suci namun kemudian orang tuanyalah yang memberikan warna dalam akhlak dan keagamaanya. Bagaimana pun luasnya pergaulan, anak belajar sebagain besar cara hidup dari orang tuanya sendiri. Masa depan anak ditentukan oleh perilaku orang tuanya.
Orang tua yang senang bersedekah tentunya akan ditiru oleh anaknya. Sebaliknya, orang tua yang kikir dan tamak akan mencetak anak-anak yang tidak rela berbagi dengan sesamanya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam pendidikan agama kepada anak. Mengharapkan anak memiliki akidah yang lurus dan akhlak yang baik tentunya harus dibarengi dengan teladan yang juga baik.