"Ikutilah passion anda," merupakan saran yang berbahaya.
Propaganda passion terus membombardir kehidupan masyarakat saat ini, terutama kaum milenial. Passion digambarkan sebagai bidang tertentu yang jika kita berhasil menemukannya kelak akan memberikan kebahagiaan dan makna dalam kehidupan.
Dalam beberapa kasus, orang yang mengikuti passion dalam berkarya dapat meraih keberhasilan baik dari segi materi maupun kepuasan diri. Akan tetapi bagi sebagian besar orang, mengikuti passion malah menjelma menjadi keberanian tanpa dasar, asal diri merasa bebas tidak terkekang. Kira-kira fakta inilah yang coba diungkapkan Cal Newport dalam bukunya Don't Follow Your Passion.
Topik nyeleneh ini dibuka dengan penuturan Newport tentang kawannya Thomas (bukan nama sebenarnya) yang berusaha mencapai passion-nya untuk hidup damai di Biara Pegunungan Zen. Kecintaannya pada kehidupan tersebut membuatnya betah tinggal di sana untuk beberapa waktu. Meski telah mencapai puncak passion-nya, Thomas masih merasa seperti orang yang sama, tetap gelisah dan tidak menemukan kedamaian sejati seperti yang ia bayangkan.
Newport memberikan perspektif berbeda soal passion dengan mengambil beberapa pengalaman dari orang-orang ternama, misalnya Steve Jobs. Jobs yang semasa kuliah hobi nyeker layaknya gelandangan di kampus tidak pernah punya passion untuk menjadi pengusaha di bidang IT. Asisten Profesor Ilmu Komputer tersebut mencoba menggali pola pikir mereka akhirnya merumuskan apa yang disebut sebagai pola pikir perajin dan pola pikir passion.
Tanpa diragukan lagi, dalam setiap bidang karya atau pekerjaan, keahlian yang mumpuni sangat diperlukan. Keahlian inilah yang menjadi fokus utama dari pola pikir perajin. Pola pikir perajin membuat kita termotivasi untuk menjadi ahlidalam suatu hal hingga kemampuan tersebut dinilai langka dan unik.Penulis merumuskan istilah modal karier untuk mendefinisikan sebuah keahlian yang memang dilatih secara sengaja hingga mencapai level mahir.
Ini berkebalikan dengan pola pikir passion yang sibuk mencari nilai yang bisa diberikan oleh sebuah pekerjaan. Pola pikir passion seringkali membuat kita bingung dan gelisah. Kita seolah merasa akan ada bidang pekerjaan impian di luar sana yang jauh lebih memberikan kepuasan. Dalam perspektif Newport, passion justru akan muncul seiring dengan meningkatnya keahlian.
Buku ini direkomendasikan bagi pembaca yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, akan memulai karier, dan tengah gelisah dengan kariernya saat ini. Tanpa merendahkan keinginan pembaca untuk mencapai passion, penulis justru menyarankan agar pembaca dapat membangun keahlian di bidang tertentu sesuai pilihan kita. Jadilah ahli hingga orang-orang tidak bisa mengabaikan kemampuan anda.
Informasi Buku
Judul : Don’t Follow Your Passion