Lihat ke Halaman Asli

Mengembangkan Pola Pikir yang Tumbuh: Kekuatan "Belum" dalam Pendidikan

Diperbarui: 17 September 2024   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ideogram.ai

Dalam sebuah pidato TED Talk yang terkenal, Carol Dweck memperkenalkan kita pada konsep sederhana tapi sangat kuat, yaitu "Belum". Konsep ini pertama kali digunakan di sebuah sekolah menengah di Chicago, di mana siswa yang belum lulus suatu mata pelajaran tidak diberi nilai gagal, tetapi diberi nilai "Belum". Ini mungkin terdengar sepele, tapi jika kita melihat lebih dalam, konsep ini membawa perubahan besar dalam cara kita memahami pendidikan, kesuksesan, dan kegagalan.

Dengan memberikan nilai "Belum", sekolah ini menunjukkan bahwa siswa sedang berada dalam kurva pembelajaran, bukannya mengunci mereka dalam pemikiran bahwa mereka telah gagal. Ini memberikan jalan ke depan, bukan sekadar label akhir. Jadi, apa yang dimaksud dengan pola pikir "Belum"? Bagaimana ini bisa mengubah cara kita belajar dan berkembang? Mari kita telusuri lebih jauh.

Carol Dweck berbicara tentang dua jenis pola pikir: pola pikir berkembang (growth mindset) dan pola pikir tetap (fixed mindset). Pola pikir berkembang adalah keyakinan bahwa kemampuan seseorang dapat tumbuh dan berkembang melalui usaha dan pembelajaran. Sebaliknya, pola pikir tetap adalah keyakinan bahwa kecerdasan dan kemampuan seseorang adalah tetap dan tidak dapat diubah.

Dalam penelitiannya, Dweck menemukan bahwa anak-anak yang memiliki pola pikir berkembang cenderung menyambut tantangan dengan lebih terbuka. Mereka percaya bahwa kemampuan mereka bisa berkembang dengan usaha, dan mereka lebih mungkin untuk berusaha keras ketika menghadapi kesulitan. Misalnya, mereka tidak takut untuk salah, karena mereka tahu bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Mereka menganggap tantangan sebagai kesempatan untuk tumbuh dan belajar, bukan sebagai ancaman.

Di sisi lain, anak-anak dengan pola pikir tetap cenderung melihat kesulitan sebagai sesuatu yang negatif, sebagai tanda bahwa mereka tidak cerdas atau tidak berbakat. Mereka mungkin lebih memilih untuk menyontek atau mencari cara lain untuk menghindari kegagalan. Mereka cenderung mencari seseorang yang lebih buruk performanya daripada mereka, hanya untuk merasa lebih baik. Pola pikir ini membuat mereka stagnan, terjebak dalam ketakutan akan kegagalan dan kehilangan kesempatan untuk berkembang.

Temuan menarik lainnya dari penelitian ini adalah bagaimana otak merespons kesalahan berdasarkan pola pikir. Para ilmuwan menemukan bahwa siswa dengan pola pikir berkembang menunjukkan lebih banyak aktivitas otak ketika mereka melakukan kesalahan. Ini menunjukkan bahwa mereka lebih terlibat dalam belajar dari kesalahan mereka. Sebaliknya, siswa dengan pola pikir tetap cenderung menghindari kesalahan dan tidak mau terlibat dalam proses pembelajaran lebih lanjut.

Dweck juga mengkritik fokus budaya kita yang berlebihan pada kesuksesan instan seperti nilai, penghargaan, dan pencapaian langsung. Banyak orang tua, guru, dan masyarakat secara keseluruhan lebih sering memberikan pujian untuk kecerdasan atau bakat, bukan pada usaha, strategi, atau ketekunan. Akibatnya, banyak anak yang tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka harus selalu mendapatkan hasil yang sempurna untuk dianggap berhasil. Hal ini berdampak ketika mereka masuk ke dunia kerja, di mana mereka sering merasa tidak siap menghadapi kritik atau tantangan tanpa pujian atau validasi yang terus-menerus.

Jadi, bagaimana kita bisa mulai mengubah cara berpikir ini? Carol Dweck menyarankan agar kita mulai dengan memberi pujian yang tepat. Daripada memuji kecerdasan atau bakat, kita harus memuji prosesnya. Fokus pada usaha, strategi, dan ketekunan anak. Misalnya, jika seorang anak mendapatkan nilai bagus di sekolah, alih-alih mengatakan "Kamu memang pintar," kita bisa mengatakan "Kamu bekerja keras dan benar-benar belajar, itu luar biasa."

Selain itu, Dweck bekerja sama dengan ilmuwan permainan untuk menciptakan permainan edukatif yang merangsang pola pikir berkembang. Alih-alih hanya memberikan penghargaan untuk jawaban yang benar, permainan ini memberi penghargaan untuk usaha, strategi, dan kemajuan. Ini membuat anak-anak lebih terlibat dan gigih, karena mereka belajar menghargai proses belajar itu sendiri, bukan hanya hasil akhirnya.

Bukti keberhasilan pendekatan ini dapat dilihat di berbagai sekolah di seluruh Amerika Serikat, mulai dari Harlem, Bronx Selatan, hingga reservasi penduduk asli Amerika. Di sekolah-sekolah ini, siswa yang diajarkan dengan pola pikir berkembang menunjukkan peningkatan signifikan dalam performa akademik mereka, bahkan selama masa transisi yang sulit. Anak-anak ini mulai melihat kesulitan bukan sebagai penghalang, tetapi sebagai tantangan yang bisa diatasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline