Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Kisahku Bersama KAI Commuter, Dari Naik Atap Sampai Tertidur Saking Nyamannya

Diperbarui: 4 September 2023   23:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di depan stasiun Cikarang (dok. Denik)

Kereta Api. Transportasi yang sudah tak asing bagi saya. Terlahir dari keluarga yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, sejak kecil saya sudah diajak naik turun kereta api saat berkunjung dari satu kota ke kota lain di antara keduanya.

Kenangan yang terekam dari kisah masa kecil sewaktu naik turun kereta api adalah menyenangkan. Ya, saya senang duduk di dekat jendela. Melihat pemandangan yang beragam. Mulai dari rumah padat penduduk sampai sawah yang hijau royo-royo.

Begitu hijrah ke Jakarta, sekitar tahun 80-an, saya baru tahu kalau ada kereta api di dalam kota yang menjadi transportasi sehari-hari sebagian besar warga Jabodetabek. Selama ini saya tahunya kalau naik kereta itu ya lintas provinsi.

Suatu ketika saya diajak ke daerah Rangkasbitung oleh teman satu geng yang mayoritas laki-laki. Kami naik KRL dari stasiun Kebayoran Lama. Keretanya penuh sesak tak ada celah untuk bisa masuk. Namun teman-teman tetap mengajak naik. Alasannya lama lagi menunggu kereta yang ke arah sana. 

"Naik dari sambungan saja. Nanti bisa cari celah ke atas."

Kami bahu membahu menaiki kereta yang sudah penuh sesak melalui bagian sambungan. Berdiri dibagian sambungan berpegangan pada besi atau tangan teman yang terjangkau. Begitu kereta berhenti. Satu per satu dari kami naik ke atap kereta.

Awalnya saya ngeri, tapi begitu dikatakan aman dan lebih enak di atas. Saya pun segera mengikuti mereka. Wah, ternyata seru juga. Tapi cukup sekali itu saja naik ke atap kereta. Selanjutnya jika harus naik transportasi KAI Commuter, saya lebih memilih berdesakan di dalam.

Saya tidak menyangka kalau naik kereta api di Jabodetabek seperti itu. Jujur saja saya kapok. Kalau tidak terpaksa sekali lebih memilih naik motor saja. Cukup lama saya ilfeel dengan moda transportasi bernama kereta api.

Sampai suatu ketika ada sepupu dari Padang yang ingin ke Bogor tapi minta naik kereta api saja. Awalnya saya merasa seperti kebakaran jenggot. Namun akhirnya mencoba kalem saja seolah sudah terbiasa. 

Saya ajak sepupu yang dari Padang tersebut untuk naik kereta api dari stasiun Kebayoran Lama. Sudah lama tidak naik kereta api, saya dibuat terkaget-kaget. Wah, stasiunnya sudah berbeda sekali. Sudah bagus. 

Saya benar-benar kagum. Perubahannya sangat drastis bagusnya. Mulai dari bangunan stasiun, sistem pelayanan, dan moda transportasi itu sendiri. Semuanya berubah total. Bisa dibilang perubahan tersebut 360 derajat. Artinya benar-benar dirombak habis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline