Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Riding for Culinary: Semangkuk Rabeg Sejuta Cerita, dari Tepian Laut Merah Sampai Kesultanan Banten

Diperbarui: 22 Juli 2023   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semangkuk Rabeg (dok. Denik)

Libur akhir pekan saat yang tepat untuk mengendarai motor dengan tujuan tertentu. Artinya di luar kebiasaan sehari-hari yang tujuannya untuk bekerja. Bisa berkegiatan dengan komunitas atau menghadiri undangan tertentu.

Namun bila tidak ada janji sebelumnya maka saya pergunakan waktu libur tersebut untuk riding for culinary. Yaitu mengendarai motor ke suatu tempat khusus untuk kuliner alias mencicipi makanan khas daerah sekitar.

Nah, salah satu daerah yang saya datangi adalah kota Serang. Ibukota dari provinsi Banten. 66 km dari tempat tinggal saya di Tangerang. 2,5 jam perjalanan dengan kecepatan sedang.

Sebenarnya sudah beberapa kali saya mengunjungi kota Serang. Kebetulan ada kakak sepupu juga di sana. Pernah beberapa kali juga berkegiatan di kota Serang hingga ke Cilegon. Namun berkunjung secara khusus untuk sekadar kuliner belum pernah.

Baru kali ini kesempatan itu datang. Saya sengaja ke kota Serang dengan mengendarai motor untuk kuliner. Menikmati makanan khas kota Serang yakni rabeg. Ini bukan kali pertama juga makan rabeg. Dulu sudah pernah disuguhi rabeg.

Pernah ditraktir rabeg juga oleh teman, sewaktu saya mengikuti kelas inspirasi di daerah Cilegon. Sayang kurang menikmati. Mungkin karena beramai-ramai dan dalam kondisi capek. Dalam hati harus kembali lagi nih biar lebih mantap.

https://www.instagram.com/p/Cu_BajwxOHy/

Nah, tiba saat itu. Sebelumnya singgah dulu ke daerah Bojonegara kabupaten Serang untuk suatu urusan. Setelahnya baru kuliner rabeg. Kuliner khas Banten dengan cita rasa Timur Tengah.

Kata rabeg diambil dari nama kota di Tepi Laut Merah yaitu Rabigh. Di kota ini Sultan Maulana, Sultan di Kesultanan Banten singgah ketika melaksanakan ibadah haji. Sang Sultan merasa cocok dengan suguhan masakan berbahan dasar daging kambing khas kota Rabigh.

Sekembalinya ke Banten, Sultan meminta juru masak istana untuk masak sesuai instruksinya. Yaitu masakan yang pernah dinikmatinya di kota Rabigh. Meski tidak sama persis tapi sultan menyukainya.

Sejak itu Rabigh yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan rabeg, menjadi hidangan wajib di istana. Terutama untuk acara-acara tertentu dan pada saat menjamu tamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline