Braga. Seruas jalan di daerah Bandung. Sejak dulu Jalan Braga sudah terkenal akan seninya. Saya pun sejak lama ingin sekali merasakan geliat Jalan Braga. Namun setiap kali berkunjung ke Bandung ada saja halangan yang membuat urung merasakan geliatnya.
Saya selalu yakin suatu hari nanti pasti bisa ke sana. Entah bagaimana caranya biarkan Tuhan yang atur. Karena Dia si empunya cerita kehidupan kita. Itu benar adanya. Sebab akhirnya saya bisa berada di sini. Di Jalan Braga.
Berawal dari undangan yang saya terima untuk menghadiri acara ulang tahun Komunitas Perempuan Berkebaya. Acaranya diadakan di salah satu kafe sekitar Jalan Braga. Weh, pas sekali. Niatnya memang ingin ke sana eh, ada undangan acara di sana. Tuhan memang maha baik kok. Selalu mendengarkan doa hamba-Nya.
Mulailah saya memikirkan jalan menuju ke sana. Cek tiket jauh-jauh hari. Tapi kok tidak ada yang sesuai dengan jadwal saya. Acara hari Sabtu pagi. Aktifitas saya hari Jumat malam baru selesai. Kalau ingin dapat tiket hari Jumat maka saya harus bolos. Saya tidak ingin seperti itu. Karena acaranyakan santai belaka. Saya ingin lancar semuanya.
Akhirnya tercetus ide untuk motoran saja ke sana. Ke Jalan Braga, Bandung. Iya, Bandung. Gila! Lagi-lagi ucapan itu yang terlontar dari kawan-kawan yang mengetahui hal ini. Saya tersenyum. Enggaklah. Kan niat saya menghadiri undangan acara. Bukan gaya-gayaan. Jadi ya sudah, biasa saja.
Setelah diputuskan untuk naik motor saja ke Bandung, beberapa hari sebelumnya saya mulai cek kondisi motor. Servis dulu, ganti ban dan lain-lain. Intinya mengupayakan se-fit mungkin kondisi kendaraan dan juga penunggangnya.
Akhirnya hari itu pun tiba. Jumat malam sekitar pukul 22.00 WIB setelah kelar dengan urusan pekerjaan, berangkatlah saya menuju Bandung dengan mengambil jalur Parung-Bogor-Puncak-Cianjur-Padalarang-Cimahi dan Bandung.
Berhubung hari itu bertepatan dengan long weekend. Karena hari Senin tanggal merah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, jalanan pun terlihat ramai cenderung padat. Sepertinya sebagian orang merencanakan liburan ke puncak atau Bandung. Jadilah saya merasa tidak sendiri.
Kendaraan bermotor mendominasi jalur ini. Tetapi kebanyakan rombongan. Touring orang menyebutnya. Seru melihatnya dan tak merasakan suasana malam. Yang terasa seperti sore hari saja. Padahal masuk kota Bogor sudah tengah malam. Awalnya ingin istirahat di Bogor. Berhubung sepi maka saya lanjutkan menuju puncak. Masjid At-Tawun tujuan saya.
Masjid besar yang berada di puncak. Ini bukan kali pertama singgah di sini. Tetapi kali ini ingin merasakan suasana salat malam. Dingin. Itu pertama-tama yang saya rasakan begitu turun dari motor. Tentu saja, di puncak dini hari. Airnya saja seperti es terasa di kulit.
Banyak pengunjung yang niatnya sama dengan saya. Merasakan suasana salat di sana. Meskipun banyak juga yang mengambil posisi untuk rebahan. Mengistirahatkan tubuh. Saya pun ingin seperti itu juga sebenarnya. Ingin menggelar sleeping bag dan bergelung didalamnya. Lumayan untuk meluruskan punggung.
Namun tidak saya lakukan. Saya segera naik ke lantai atas dan berkomunikasi dengan Tuhan saya. Itu cara saya berterima kasih pada Tuhan. Karena hanya Dia tempat saya bersandar. Apalagi dalam kondisi seperti ini.