Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Hujan Bulan Desember dan Giveaway Istimewa dari Pak Tjiptadinata Effendi

Diperbarui: 28 Desember 2022   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap peristiwa dalam kehidupan ini pasti memiliki sisi positif dan negatif. Ada kebaikan dibalik keburukan. Ada hikmah dibalik musibah. Semua hal yang terjadi sudah pasti dalam perencanaan Sang Ilahi.

Tentu saja rencana indah yang tidak kita ketahui bentuknya. Setidaknya meningkatkan kualitas keimanan kita jika kita mau bersabar dalam menghadapi semua cobaan yang Dia berikan. Rencana-Nya pasti indah. Itu keyakinan saya.

Akhir tahun 2019 menuju awal tahun 2020, Indonesia dilanda hujan ekstrim yang tiada henti sejak siang di akhir bulan Desember. Malam tahun baru yang mestinya dirayakan dengan kemeriahan urung terlaksana.

Saya dan adik-adik biasanya berkumpul sambil memanggang ayam. Menikmati makanan yang khusus dibuat dan dipesan untuk malam tahun baru. Namun akibat curah hujan yang tinggi maka acara kumpul-kumpul keluarga pun dibatalkan.

Kami memilih tidur-tiduran saja di rumah sambil menonton televisi. Sampai tertidur betulan tanpa sadar. Dini hari pukul 03.00 saya terjaga. Suara hujan masih terdengar di luar sana. Berarti hujannya memang awet. Saya isi waktu terjaga tersebut dengan menulis.

Tak terasa terdengar azan subuh. Saya hentikan aktivitas menulis untuk salat subuh terlebih dahulu. Seperti biasa usai salat saya memanjatkan doa-doa pengharapan terlebih dulu. Belum selesai saya berdoa, saya lihat ujung sajadah basah.

Semakin lama semakin lebar. Tak lama terdengar teriakan adik saya yang rupanya sudah bangun.

"Banjir, banjir. Rumah kita kebanjiran."

Saya segera bangkit dari duduk dan menarik sajadah yang basah. Pantas saya lihat sajadahnya kok basah. Tahunya rumah kita kebanjiran. Saya pikir hanya rembesan air got yang meluap akibat hujan seharian. Jadi saya santai saja menaikkan buku-buku yang ada di bawah ke rak paling atas.

Lama-lama saya rasakan air yang masuk semakin tinggi hingga melewati mata kaki hingga ke betis. Saya mulai was-was. Saya langsung amankan tas siaga bencana dan naikkan koleksi kain batik ke atas serta koleksi buku-buku langka.

Tak lama pintu depan jebol oleh air yang rupanya sudah setinggi pinggang. Fix, kampung kami kebanjiran hingga setinggi dada. Saya yang baru pertama kali mengalami kebanjiran tidak tahu lagi mesti bagaimana? Semua barang-barang yang ringan bergulingan termasuk kulkas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline