Menjelang bulan Ramadan ada tradisi yang dilakukan oleh mereka yang memiliki keluarga yang telah tiada. Yakni nyekar.
Keluarga saya pun demikian. Kami sudah tak memiliki orang tua. Tentu saja yang disekar adalah orang tua. Adik saya yang paling sibuk. Apalagi ketika bapak tiada dia tak menunggui.
Jadilah nyekar menjelang puasa momen yang dia tunggu-tunggu. Adik saya yang paling sibuk mengatur kapan waktunya dan kapan membeli bunga taburnya.
Lalu bagaimana dengan saya? Dulu sebelum mengetahui ada dalil yang melarang perempuan untuk mendatangi kuburan. Saya juga paling rajin kalau urusan nyekar.
Namun setelah mengetahui dalil tersebut. Saya memilih untuk tidak mendatangi kuburan. Jadi tradisi nyekar sudah tidak saya terapkan lagi. Saya pribadi loh.
Saya tidak menentang orang yang mau nyekar. Itu hak mereka. Tapi saya juga tidak mau dipaksa untuk ikut nyekar lagi. Saya memilih untuk tidak nyekar.
Awalnya adik saya menentang. Begitu saya beritahu barulah dia mengerti dan tidak menentang lagi. Dikembalikan pada kepahaman masing-masing saja.
Meski demikian saya tetap mendukung kebiasaan adik saya tersebut. Caranya dengan memberikan dana untuk biaya perawatan makan dan membeli bunga tabur.
Jadi tak perlu dibahas soal perbedaan prinsip tersebut. Yang penting tetap mendoakan orang tua yang telah tiada. Karena itu yang utama. Bukan begitu? (EP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H