Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Saka Tunggal, Masjid Tua Dengan Puluhan Kera

Diperbarui: 30 Desember 2019   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu gerbang menuju masjid | foto penulis

Ingin merasakan sensasi dikerumuni banyak kera? Tak perlu jauh-jauh ke Bali. Bagi Anda orang Banyumas atau yang melintasi Banyumas kala mudik. Cobalah untuk singgah di Masjid Saka Tunggal. Salah satu objek wisata yang ada di daerah Wangon, Banyumas. Tepatnya di desa Cikakak. 30 kilometer dari Kota Purwokerto.

Masjid Saka Tunggal merupakan masjid tertua di wilayah ini. Bisa jadi merupakan masjid tertua di Indonesia. Didirikan pada tahun 1288 Hijriyah atau 1522 Masehi oleh Mbah Mustolih. Namanya masjid Jami Baitussalam.

Untuk menuju lokasi ini sangat mudah. Ada papan petunjuk jalan yang cukup jelas di sepanjang Jalan Wangon Raya. Mengikuti arah petunjuk jalan, kita akan dibawa masuk melalui jalan yang tidak terlalu besar dengan kanan kirinya rumah penduduk desa atau pepohonan.

Lokasi masjid yang di bawah bukit

Kita seperti digiring menuju sebuah bukit. Ya, masjid ini memang berada di bawah kaki bukit Cikakak. Begitu tiba di pintu masuk objek wisata Masjid Saka Tunggal, kita disodori tiket masuk yang tergolong murah. Namun diminta membeli kacang atau pisang seharga puluhan ribu rupiah.

"Untuk monyet-monyet di sana. Monyet nya banyak," ujar para pedagang yang menjajakan kacang tersebut.

Saya pikir paling hanya beberapa monyet. Jadi hanya membeli kacang sekadarnya. Usai membayar tiket masuk dan membeli kacang, saya dipersilakan masuk serta parkir di halaman masjid. 

Monyet-monyet yang mulai turun dari bukit

Begitu mendekati arah masjid, saya lihat puluhan ekor monyet turun dari bukit mendekat ke arah kami. "Wuduh," pikir saya. Tetapi juru kunci masjid tersebut sudah tanggap. Begitu saya turun dari kendaraan, ia segera meraih barang-barang kami seperti helm dan jaket untuk dibawanya masuk ke dalam masjid. 

Semua yang kami bawa dimintanya untuk disimpan dalam masjid. Agar kami bisa bebas keliling masjid. Ketika kami keluar dari masjid, saat itulah kami harus memberinya makanan agar tidak dikuti terus. 

Awalnya saya takut dicakar. Tetapi kata juru kuncinya monyet-monyet itu tidak galak. Akhirnya saya berani untuk memberi makan dan melihat tingkah polahnya. Asik juga ternyata melihat monyet-monyet yang turun dari bukit dan menikmati makanan yang kita berikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline