"Aku ingin usaha tapi bingung usaha apa?"
Keluhan seorang teman yang baru terkena PHK. Mengingatkan saya akan masa-masa di mana terpaksa keluar dari pekerjaan karena sebuah prinsip.
"Wah, kalau punya modal sih usaha apa saja bisa. Mau buka warung kelontong, toko baju, warung makan dan masih banyak lagi deh," kata saya.
"Jangan usaha yang full seharian gitu. Karena gue harus mondar-mandir nganter nyokap. Yang penting ada pemasukan deh buat sehari-hari."
Saya terdiam. Sempat bingung juga mau kasih saran apa.
"Ahay...kenapa Lo gak bikin kue aja. Bisa dititipkan ke warung-warung atau buka sendiri di depan rumah. Paling berapa jam aja. Sasarannya anak sekolah dan orang kerja. Lumayan loh," kata saya memberi saran.
"Masalahnya gue gak bisa bikin kue sama sekali."
Gubrak. Capek deh memberi saran kepada teman model begini. Diberi saran segala macam ada saja alasannya. Kalau begitu buat apa mengeluh dan ingin buka usaha segala?
Saya paham betul apa yang dirasakan si teman ini. Karena saya pernah diposisi seperti dirinya. Tetapi mengeluh tak akan memberi solusi. Siapkan saja, jangan takut tak ada yang membeli. Yang penting action. Bertindak.
Hal tersebut yang pernah saya lakukan ketika tahun 2000 terpaksa keluar dari pekerjaan karena prinsip. Saat itu saya bekerja di salah satu perusahaan swasta. Selama bekerja di sana semua baik-baik saja. Lancar tak ada masalah. Memasuki tahun ketiga barulah muncul masalah.
Berawal dari keinginan hati ini yang memutuskan untuk mengenakan jilbab. Saat itu penggunaan jilbab belum sebebas sekarang. Perusahaan tidak secara terang-terangan melarang. Namun memberi kebijakan. Boleh mengenakan jilbab tetapi ketika bekerja harus dilepas. Dengan alasan untuk keseragaman dan sudah aturannya. Seragam perempuan sudah ada ketentuan sendiri.