Lihat ke Halaman Asli

Erni Purwitosari

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cara Tegas Menghadapi "Penipuan" Perbankan

Diperbarui: 8 Mei 2019   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SMS penipuan

Demi meraih keuntungan pribadi orang rela melakukan apa saja, termasuk menipu. Orang-orang (tak berperikemanusiaan) yang bekerja di perbankan atau yang berkaitan dengan kartu kredit hatinya itu terbuat dari apa sih? Kok tega-teganya menipu tanpa pandang bulu.

Ini pengalaman pribadi saat melihat ibu teman saya lemas tak berdaya akibat kena tipu atau bisa jadi hipnotis melalui telepon. Ibu teman saya ini seorang janda yang sudah sakit-sakitan. Tinggal seorang diri karena dua anaknya sudah menikah dan mengikuti suami. Termasuk teman saya.

Suatu hari teman saya menelpon mengabarkan bahwa ibunya baru saja kena tipu. Sekarang sedang menangis saja di rumah. Saya pun segera meluncur ke rumah si ibu. Teman saya menyusul kemudian.

Dari cerita si ibu, awalnya ia mendapat telepon yang mengatasnamakan bank tempat ia menabung. Dikatakan bahwa no.rekening si ibu memenangkan undian sekian juta belum potong pajak. Selanjutnya ia menuruti saja apa kata si penelpon. 

Begitu telepon ditutup si ibu baru sadar apa yang ia lakukan. Yang ditangisi kenapa ia bisa bercerita bahwa di rumah seorang diri. Kalau mengambil uang biasanya minta tolong anak-anak. Entah bagaimana si ibu menurut saja ketika si penelpon berniat membantu mengurus proses cairnya hadiah asal diberitahu password banknya. 

Setelah sadar dan menelpon anaknya minta tolong dicek rekeningnya. Lemaslah si ibu. Uangnya di bank ludes. Memang tidak sampai puluhan juta. Namun beberapa juta uang yang ada di bank itu untuk keperluannya kontrol ke dokter terkait penyakit diabetes, kolestrol dan jantung yang menggerogoti dirinya. Pemberian anak-anak setiap bulan.

Saya ikut shock mendengar cerita si ibu. Menjadi benci dengan orang-orang yang tega menipu tersebut. Ini menjadi pelajaran berharga dalam menghadapi penipuan.

Suatu hari saya mendapat telepon yang ceritanya mirip-mirip kisah si ibu. Berhubung sudah tahu jadi saya katakan bahwa saya bukan orang yang dimaksud. 

"Ini saya adiknya. Tadi kakak saya nitip handphone ini ke saya. Ada pesan barangkali?" 

"Oh, nanti saja saya telepon kembali. Ini terkait hadiah lomba soalnya."

Saya iya kan saja. Beberapa jam kemudian orang tersebut menelpon lagi. Saya masih beralasan ini dan itu. Esok dan esoknya lagi ia menelpon lagi. Salut. Gigih sekali niatnya untuk menipu. Karena kesal ditelepon terus menerus. Akhirnya saya katakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline