Muslim Fashion Festival (MUFFEST) 2019 telah berakhir. Setelah empat hari berturut-turut pengunjung dimanjakan dengan pagelaran fashion show yang spektakuler dari designer-desaigner muda. Ratusan booth busana muslim dari dalam dan luar kota. Pada 4 Mei 2019 MUFFEST 2019 usai sudah.
Selama empat hari berturut-turut meliput acara di sana, ada banyak kesan yang tertinggal di hati. Salah satunya kekaguman saya dengan instalasi yang terpampang di pintu masuk MUFFEST.
Ternyata tidak hanya saya. Hampir semua pengunjung yang datang pasti berdecak kagum. Bahkan ada yang penasaran sekali lalu mendekat dan meraba-raba instalasi tersebut. Sesuatu yang sebenarnya tabu dilakukan dalam mengagumi sebuah karya seni. Boleh dilihat dan didekati. Asal jangan disentuh. Sayang budaya ini belum disadari dan dimengerti oleh semua kalangan masyarakat.
Semoga ke depannya masyarakat semakin paham dan cerdas menyikapi hal tersebut. Berbicara mengenai instalasi yang mempesona pengunjung. Tentu ada tangan-tangan dingin yang mampu menghasilkan karya sebagus itu.
Sosok tersebut adalah Khoirul Anwar dan Sofie. Keduanya merupakan seniman dari aliran yang berbeda, kemudian berkolaborasi dan menghasilkan karya seni untuk instalasi MUFFEST 2019. Sofie seorang designer yang menuangkan ide-idenya ke dalam desain busana. Sedangkan Khairul Anwar seorang karikatoer yang menuangkan ide-idenya dalam coretan dan garis-garis.
Di MUFFEST 2019 Khoirul Anwar mendapat satu space di bagian tengah. Dengan senyum ramah ia menyambut para pengunjung yang ingin melihat-lihat karyanya. Atau sekedar bertanya bagaimana caranya kalau ingin dilukis olehnya. Rata-rata pengunjung yang menghampiri booth tidak mengetahui bahwa ia yang membuat instalasi di pintu masuk MUFFEST.
Ketika saya mengunjungi boothnya dan berbincang-bincang secara "Jawa Timuran" karena ternyata kami sama-sama berasal dari sana. Saya dari Surabaya. Ia arek Jombang yang hijrah ke Malang. Cerita mengalir begitu saja tanpa sekat. Maksudnya asyik dan penuh guyon.
"Loh! Dadi sampean kuliah iku sambilan? Kok bisa? Kepiye ceritanya?"
"Aku kuliah di pajak menuruti saran orang tua. Selama kuliah lebih sering nongkrong di dewan pers kampus. Sambil nyari uang dari orat-oret Iki," tuturnya sambil tersenyum.
Bakat seni yang ia miliki menitis dari salah satu kerabat. Jadi bukan dari orang tua seperti yang biasa kita dengar. Sejak kecil ia sudah senang menggambar kaligrafi. Menginjak dewasa Portrait Scribble merupakan jiwanya. Ia merasa di sinilah dunianya. Dari sana orang mulai mengenal dirinya sebagai seorang seniman.
Meski begitu ia tetap bertanggungjawab atas kuliahnya. Demi membahagiakan kedua orang tua yang telah memberinya kebebasan dalam hal berkesenian.