Menikmati makanan atau jajanan khas dari suatu daerah yang dikunjungi, merupakan bagian dari sebuah perjalanan yang tidak boleh dilewatkan.
Contohnya pada saat jalan-jalan ke Yogyakarta. Gudeg dan bakpia yang menjadi makanan khas kota ini tentu bukan sesuatu yang asing lagi. Teman-teman tentu sudah pernah merasakan makanan tersebut meskipun belum pernah ke Yogyakarta.
Tetapi pada saat jalan-jalan ke sana, rasanya ada yang kurang jika tidak merasakan makan gudeg di kota aslinya. Inilah yang membuat acara jalan-jalan selalu diisi dengan kegiatan kuliner. Kegiatan yang saling melengkapi.
Untuk para pemilik usaha rumah makan atau sejenisnya, ini menjadi peluang yang harus dikembangkan dan dicermati. Agar pengunjung yang datang tidak hanya sekadar makan, selesai lalu pulang. Tetapi harus ada sesuatu yang didapatkan.
Hal inilah yang saya temui ketika jalan-jalan ke Pulau Belitung. Di salah satu rumah makan yang disinggahi, yaitu Rumah Makan Kampung Belitung. Saya jadi mengetahui cara makan Adat Tradisi Belitung. Namanya Makan Bedulang.
Seperti apa sih makan bedulang itu? Kenapa disebut bedulang? Dari cerita yang disampaikan oleh si mba guidenya, bedulang itu diambil dari kata dulang yang artinya nampan. Jadi dalam makan bedulang, makanan yang disajikan diletakkan dalam satu nampan untuk kapasitas 4 orang.
Dalam adat tradisi Belitung jaman dahulu, cara makan seperti ini yang biasanya dilakukan. Biasanya satu nampan itu untuk ayah, ibu dan dua anaknya. Kalau dalam satu keluarga jumlahnya lebih dari empat orang, maka ada nampan lagi yang harus disajikan. Yang kapasitas tiap nampan adalah untuk empat orang. Begitu seterusnya.
Isi dari tiap nampan berupa nasi, sayur dan lauk pauk. Sedangkan cara menyajikannya adalah sebagai berikut:
- Anak perempuan mengambilkan makanan untuk sang ayah sesuai dengan makanan yang disukai si ayah. Jadi bukan ibu yang melayani makanan si ayah.
- Selanjutnya si anak perempuan tersebut bergantian melayani sang ibu. Jadi orangtua yang lebih dahulu diutamakan.
- Setelah itu bergantian si kakak dan adik saling melayani. Jika si anak perempuan tadi merupakan anak tertua, maka ia gantian dilayani oleh sang adik yang lebih muda. Begitu seterusnya mengikuti urutan umur. Intinya yang muda melayani yang tua.