Musibah dan bencana alam, dua hal yang tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Meskipun kita sudah berusaha mewaspadai nya, sudah mempelajari situasi tanggap darurat bencana. Tetapi ketika bencana itu datang secara tiba-tiba dan dalam situasi yang tak terduga. Maka semua teori yang telah dipelajari menguap begitu saja. Terhalau oleh rasa panik dan takut.
Hal itulah yang dialami oleh saudara-saudara kita di Palu dan Donggala ketika gempa melanda pada tanggal 28 September 2018. Kemudian disusul dengan tsunami yang meluluh lantakkan daerah tersebut.
Indonesia berduka. Bencana alam yang melanda Palu dan Donggala menyedot perhatian dunia. Apalagi salah satu desa di sana dalam sekejap hilang ditelan oleh lumpur. Rasa prihatin dan duka yang mendalam dirasakan tidak saja oleh masyarakat yang terkena bencana, tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia.
Akibat gempa dan tsunami membuat warga yang selamat merasa hidup segan mati tak mau. Karena memang sudah tidak memiliki apa-apa dan tidak tahu harus bagaimana? Trauma. Itu yang mereka rasakan.
Dalam kondisi seperti itu, peran para relawan dan aparat terkait sangat dibutuhkan. Tidak hanya memulihkan kondisi daerah pasca bencana tetapi juga memulihkan kondisi psikis warga agar tetap bisa survive dan bisa bangkit dari keterpurukan.
Seluruh elemen masyarakat bergerak bersama dan berbondong-bondong mengerahkan tenaga serta kemampuan, untuk membantu saudara-saudara kita di Palu dan Donggala. Tak terkecuali Pertamina sebagai salah satu BUMN yang keberadaannya sangat vital di mana pun dan dalam kondisi apapun.
Untuk mengetahui jejak langkah Pertamina di Palu dan Donggala pasca bencana, saya berkesempatan mendengar langsung kisah dari Arya Dwi Paramita, External Communication Manager Pertamina yang terjun langsung ke daerah bencana.
Bertempat di Crematology Coffe Roaster, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia bertutur bagaimana kondisi di sana serta langkah yang dilakukan pertamina sesaat setelah mendengar kabar mengenai gempa dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala.
Berikut tindakan yang dilakukan Pertamina begitu mengetahui bencana gempa dan tsunami melanda Palu dan Donggala:
- 28 September 2018, gempa dan tsunami di Palu-Donggala. Pertamina langsung mengaktifkan Crisis Center.(Identifikasi dampak bencana terhadap terminal BBM Donggala, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE), Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), berikut sejumlah lembaga penyalur BBM dan Elpiji)
29 September 2018, memberangkatkan 2 tim Pertamina peduli melalui jalur laut dan udara. (Jalur laut menggunakan kapal TNI KRI Makassar dengan memberangkatkan 7 relawan dan membawa bantuan logistik. Jalur udara memberangkatkan 8 relawan dan membawa bantuan logistik.)