Bersepeda bagi saya tak hanya sekadar hobi. Tapi sudah menjadi bagian dari hidup. Jika saya merasa mampu menjangkaunya maka kemana pun pergi, sepeda menjadi alat transportasi yang digunakan. Rasanya ada yang kurang ketika pergi ke suatu tempat tanpa mengendarai sepeda.
Pada suatu hari ketika sedang melintas di perkampung warga, saya tertarik melihat gapura kecil yang sederhana tapi bagus di salah satu gang. Tiba-tiba terlintas ide "nyleneh" di kepala ini. "Kenapa enggak foto saja di sana? Terus cari gapura lain biar lengkap 73 buah seperti tahun kemerdekaan Indonesia tahun ini."
Lalu saat kembali ke rumah saya utarakan ide tersebut kepada adik saya yang kebetulan suka juga bersepeda. Dia bilang boleh juga nih. Akhirnya kami putuskan untuk berburu 73 gapura selama bulan Agustus ini. Waktu itu sudah tanggal 14 Agustus ketika ide ini tercetus. Jadi perlu perjuangan tersendiri untuk bisa menemukan 73 gapura yang kami inginkan. Karena akan terpotong dengan hari Raya Idul Adha dan puasa sunah sebelumnya. Akankah 73 gapura tersebut bisa kami peroleh?
Entahlah. Tapi kami optimis saja. Maka ketika suatu hari saya diminta datang ke rumah pakde di daerah Pondok Pinang, Jakarta Selatan untuk menengok bude yang baru datang dari Surabaya. Saya ajak adik ke sana dengan mengendarai sepeda. Sambil mencari gapura, kata saya. Dan adik saya setuju. Padahal rumah kami di Tangerang.
Maka begitulah. Hari pertama perburuan kami mencari gapura HUT RI ke-73 diawali dengan lintas Tangerang-Pondok Pinang. Tentu saja yang pertama dipotret adalah gapura gang rumah kami. Selanjutnya satu gang dekat rumah. Setelah itu tidak kami temui lagi gang-gang yang memasang gapura. Kami menuju Pondok Pinang dengan memotong jalan melalui Jalan Adam Malik depan Universitas Budi Luhur.
Tembus sampai menjumpai Jalan Ceger Raya. Dari sana kami lurus menuju daerah Bintaro sampai melintasi rel kereta api Bintaro menuju Jalan Kesehatan. Selanjutnya melintasi RS Dr.Suyoto kami menyembrang dan mengikuti jalan menuju Pondok Pinang. Tak lama sampailah kami di tujuan. Jalan Naimun Pondok Pinang.
Sejauh itu tak kami temui gapura yang benar-benar dipasang dengan kesungguhan niat. Artinya memang sengaja dipasang dan dihias sedemikian rupa. Yang ada hanya satu buah bendera yang terpasang di atas gang dan umbul-umbul di kanan kiri gang. Jadi sebatas meramaikan kemerdekaan dengan memasang bendera saja. Padahal menghias gapura bagian dari partisipasi warga dalam merayakan kemerdekaan RI.
Dahulu hampir semua gang menampilkan kreasi uniknya. Tapi seiring perkembangan zaman, tradisi itu mulai memudar. Dan ini yang kemudian menjadi pengamatan saya.
Pulang dari Pondok Pinang menuju rumah kami di Kreo, Tangerang. Saya ajak adik berkayuh melintasi Jalan Ciputat Raya ke arah Pasar Kebayoran Lama. Tapi kami mengambil arah ke kiri menuju Pemakaman Umum Tanah Kusir. Dari sana tujuan saya Jalan Bendi yang nantinya tembus Seskoal lalu Pasar Cipulir. Dengan harapan akan menemukan gang-gang dengan gapura uniknya.
Tapi sejak menyusuri TPU Tanah Kusir hingga melewati SMA Negeri 47 belum satu pun kami temukan gapura lagi. Barulah setelah melewati SMP Negeri 161 agak maju sedikit barulah saya melihat gapura lagi di sebuah gang kecil.
Langsung saja saya berteriak,"Eh, itu tuh ada gapura di gang kecil. Kita berhenti dulu." Maka begitulah. Kami segera mengeluarkan ekspresi senang karena menjumpai gapura lagi.