Begitu usai sholat Idul Fitri, hal pertama yang biasa saya dan keluarga lakukan adalah bergegas pulang. Untuk selanjutnya sungkem kepada orangtua (saat masih ada) dan keluarga inti. Setelah itu bermaaf-maafan dengan saudara yang terdekat dengan rumah.
Jika keduanya telah dilaksanakan, yaitu sungkem dengan orangtua dan maaf-maafan dengan saudara terdekat. Barulah kami berkeliling kampung mendatangi rumah tetangga satu per satu. Dari rumah yang satu biasanya berpapasan dengan tetangga yang lain. Lalu berbarenganlah kami mendatangi tetangga berikutnya.
Begitu seterusnya. Yang tanpa disadari rombongan ini seperti membentuk arak-arakan. Hal serupa dilakukan oleh tetangga dari gang sebelah. Nah, pada saat bertemu di tengah jalan. Dua rombongan yang bertemu ini seolah dua geng yang akan bertempur. Saling serbu dan berteriak satu sama lain.
"Wah, pantesan tadi pas ke rumah enggak ada. Tahunya udah di sini. Ya, udah maaf lahir batin ya!" Saling berjabat tangan dan cium pipi kanan kiri pun tak dapat dihindari. Keseruan seperti itu yang terjadi saat dua rombongan bertemu.
"Sudah ke rumah pak RT belum?" tanya yang lain. Jika jawabannya belum maka kami semua bersama-sama menuju ke kediaman pak RT. Ya, lebaran ke rumah Pak RT adalah tujuan kami semua pada hari pertama, sebelum pergi ke tempat sanak saudara yang jauh.
Pak RT bagi kami adalah orang yang dituakan. Melalui pak RT segala permasalahan di sekitar lingkungan tempat tinggal, kami adukan. Mulai dari urusan tukang sampah, keamanan, perijinan, kelengkapan dokumen pribadi sampai urusan kematian. Semua kami adukan kepada beliau jika ada yang tak beres, selanjutnya beliau yang menindaklanjuti.
Atas dedikasi beliau sebagai RT yang benar-benar melayani warganya. Maka kami warganya pun menaruh hormat dan segan pada beliau. Oleh karena itu hampir semua warga memerlukan untuk lebaran ke kediaman pak RT sebelum berlebaran ke sanak saudara yang jauh.
Tak hanya itu. Dalam urusan antar mengantar makanan. Keluarga Pak RT pun diprioritaskan. Masuk hitungan pertama yang tidak boleh dilewatkan. Seperti inilah gambaran kerukunan di lingkungan tempat tinggal saya.
Tak heran jika kediaman Pak RT kami terlihat penuh saat lebaran pertama seperti ini. Sebab setelahnya, baik saya, para tetangga dan pak RT sendiri akan segera meluncur menuju rumah sanak saudara masing-masing. Tak lucu rasanya jika berlebaran ke kediaman pak RT beberapa hari kemudian.
Selanjutnya begitu selesai berlebaran di kediaman pak RT. Foto bersama beliau menjadi keseruan tersendiri. Mengingat pada hari-hari biasa belum tentu bisa seru-seruan seperti ini.
Hal ini menjadi perenungan saya. Dilingkungan tempat tinggal sebelumnya, tidak seperti ini hubungan warga dengan RT-nya. Justru merasa malas jika harus berurusan dengan pak RT. Tapi setelah pindah dilingkungan yang baru. Terasa berbeda sekali.