Isu kenaikan BBM belakangan ini ramai dibicarakan dan menimbulkan berbagai reaksi. Berbagai media, ramai memberitakannya karena dianggap memiliki nilai. Dibicarakan dan diulas oleh pakar maupun pengamat dari berbagai sudut pandang, baik ekonomi maupun politik. Satu isu dan begitu banyak penilaian dari berbagai kalangan. Ya, kenaikan BBM sungguh sexy dan menarik perhatian banyak orang.
Subsidi BBM yang dianggap pemerintah menghabiskan banyak anggaran APBN dan harus dipangkas, menuai banyak bantahan dari berbagai pakar. Para pengamat menilai bahwa pemerintah sudah mendapat kelebihan dari penjualan BBM subsidi sebesar Rp.97,955 Triliun, maka tidak logis apabila pemerintah mengurangi anggaran untu subsidi. Kemudian, penilaian bahwa kenaikan BBM merupakan kehendak pihak asing yang menginginkan pemerintah mengurangi membantu industri di Indonesia untuk bersaing di pasar bebas ataupun dugaan bahwa pihak asing juga ingin menguasai hilir perminyakan di Indonesia.
Pengamat politik pun menilai bahwa ini hanyalah stratergi politik yang dibuat SBY dan Partai Demokrat untuk kebutuhan pemilu 2014. Sekarang memang dinaikan, lalu menjelang pemilu pemerintah menurunkan harga BBM, dan Partai Demokrat menuai banyak simpati dari rakyat yang sebelumnya juga memperoleh ‘sogokan’ berupa BLT. Menengok pada 2005, suara SBY dan Demokrat anjlok setelah menaikkan BBM. LSI mencatat Agustus 2005-Januari 2006, dukungan pada Demokrat dan SBY kurang lebih 5-10 persen. Tapi pada 2008-2009, petaka itu menjadi berkah. SBY menurunkan dua kali BBM dan dua kali mengucurkan BLT.
Apapun itu, isu kenaikan BBM sudah menarik perhatian masyarakat Indonesia. Dibicarakan juga, bahwa kenaikan BBM hanyalah pengalihan isu semata. Badai yang menerjang Partai Demokrat akibat dari kasus Wisma Atlit yang menyeret elit di demokrat, sumpah gantung diri di monas oleh Anas, dugaan fee 8% di kementrian, Anggi dan Miranda yang tak kunjung ditahan dan lain sebagainya. Kasus korupsi terlupakan.
Apapun motifnya, apapun alasannya rakyat sudah jadi korbannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H