Lihat ke Halaman Asli

Deni Gultom

Accounting Enthusiast

Izin Edar Itu Apa Sih?

Diperbarui: 21 November 2019   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah cerita tentang mahasiswa yang sok tau

Slamet adalah mahasiswa semester 1 jurusan kedokteran di sebuah universitas swasta yang kurang  terkenal, yang terletak di sebuah kota kecil di pulau terluar di Indonesia. 

Butuh waktu tiga hari dari kota asal Slamet ke kota tersebut, karena harus menggunakan 5 moda trasportasi yang berbeda untuk mencapainya. Pertama naik pesawat dulu dari kota asal Slamet ke ibukota provinsi, kemudian dari situ naik pesawat DC 8 (baca: di isi 8 orang, alias pesawat perintis). Turun di kota terdekat, yang jaraknya masih sekitar 6 pulau lagi. 

Kapal ferry jadwalnya setiap 2 hari, kalau nasib mujur bisa langsung naik, kalau tidak harus tunggu 2 hari, setelah itu sambung dengan perahu tempel yang digunakan oleh nelayan kembali ke kampung asalnya setelah menangkap ikan. 

Jadi jangan heran kalau harus duduk diatas hasil tangkapan nelayan karena memang perahu itu tidak didesain untuk penumpang. Dan setelah itu baru moda angkutan yang terakhir dari pantai menuju tempat kostnya yang berjarak 5 km, yaitu...kaki.

Slamet adalah korban obsesi bapaknya yang ingin punya anak seorang dokter, walaupun semua nilai akademik di SMA tidak mendukung. Gurunya terpaksa meluluskan Slamet dengan nilai minimalis karena lama dia sekolah disitu lebih lama dari masa kerja gurunya. Bahkan sudah ganti 3 kepala sekolah, Slamet masih saja betah di situ. 

Kembali ke obsesi bapaknya. Bapaknya yang pengusaha kaya, ingin mewariskan semua hartanya ke anak tunggalnya, Slamet, apabila Slamet berhasil menjadi seorang dokter. Tergiur warisan itu, walaupun nggak ada minat, bakat dan potensi dia daftar semua sekolah kedokteran di Indonesia, dan hasilnya semua menolak, kecuali sekolah kedokteran tempat Slamet kuliah saat ini. Karena baru buka dan tidak ada peminatnya. 

Liburan telah tiba, dan Slamet pulang ke kampung nya. Kepulangan Slamet tentu disambut dengan bahagia oleh bapaknya. Dan disuatu kesempatan bapaknya bertanya apa pelajaran yang diperoleh selama kuliah disana. 

Dengan pede-nya Slamet berkata: "Pak, tahu nggak, semua produk itu harus memiliki izin edar. Kalau tidak memiliki izin edar berarti melanggar hukum dan bisa-bisa nanti para pembuat dan penjualnya masuk penjara." 

Mendengar itu bapaknya Slamet yang pengusaha sandal jepit terkejut dan hampir pingsan, karena sandal jepit buatannya tidak memiliki izin edar. Boro-boro ngurus izin edar, ngurus dirinya sendiri saja hampir tidak ada waktu. 

Tidak mau dirinya bermasalah karena barang dagangannya tidak memiliki izin edar, maka keesokan harinya bapaknya mengajak Slamet ke kantor dinas kesehatan di kotanya. Kebetulan sebagai pengusaha lokal yang dari lahir dan besar di kota tersebut, dia kenal dengan semua orang, termasuk pak Kadis, alias kepala dinas kesehatan, teman main kelereng nya waktu kecil dulu.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline