Lihat ke Halaman Asli

Deni Ainur Rokhim

Mahasiswa/Researcher

Bayi Kecil Hingga Besar Telah Berkorupsi

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi atau rasuah dalam bahasa Latin berarti corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Secara hukum pengertian “korupsi” adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan kali ini pengertian “korupsi” lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.

Berbicara masalah korupsi telah mendarah daging di benak tubuh masyarakat Indonesia, mulai dari anak - anak belia sampai orang dewasa. Sangat miris kebiasaan ini terus – menerus terbenak pada pikiran masyarakat pribumi.

Banyak media massa mempermasalahkan dan berbicara masalah korupsi. Banyak dari media tersebut terfokus pada para pejabat tingkat tinggi. Namun jika memahami dan mempelajari fenomena kehidupan sehari – hari, kejadian tentang korupsi lebih banyak pada seorang pelajar. Banyak dari pelajar Indonesia yang melakukan tindakan korupsi, cukup disayangkan karena para pendidiknya mengajarkan hal tersebut meskipun tidak secara terang – terangan.

Pada saat ini, ada indikasi terjadinya sikap apatis masyarakat terhadap tindakan korupsi. Masyarakat seakan telah jenuh dan terbiasa dengan kasus-kasus korupsi yang mencuat kepermukaan. Tidak ada sanksi moral dari masyarakat terhadap para koruptor. Bahkan, secara tak langsung budaya korupsi telah merajalela ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Pada setiap aspek kehidupan, selalu ditemui budaya korupsi yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan lumrah setiap orang.

Masyarakat harus sadar bahwa uang yang dikorupsi oleh para koruptor merupakan uang rakyat. Uang rakyat tersebut seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, membiayai pendidikan, kesehatan, membuka lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, air dan lain-lain. Masyarakat harus mengetahui besarnya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi tersebut, pendidikan menjadi mahal, begitu juga dengan pelayanan kesehatan, transportasi menjadi tidak aman, rusaknya infrastruktur dan yang paling berbahaya adalah meningkatnya angka pengangguran sehingga berkolerasi kepada angka kriminalitas.

Bukan hanya masalah uang terhadap pemimpin namun juga masalah pelajar yang kian hari menerapkan hidup korupsi. Seperti halnya kebocoran soal ujian, kerjasama akan nilai yang bagus. Kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang memang merupakan kebiasan wajar para manusia semua semasa hidup. Namun jika langkah tau prosedur yang dilakukan salah akan menjadikan benih emas sang koruptor.

Berbicara masalah genarasi muda Indoensia yang bersih terhadap korupsi. Mugkin sulit untuk menghapusnya tapi bukan berarti tidak bisa. Mulai dari hal kecil harus bisa membiasakan hidup bersih.

Melihat sejarahnya korupsi diperparah masa era sebelum merdeka. Masyarakat pribumi telah diajarkan untuk saling merampas harta secara terang – terangan. Tindakan tersebut merupakan ajaran penjajah yang telah mengalir di darah masyarakat pribumi. Memang sekarang penjajah sudah tidak ada atau kata lain sudah hengkang dari Indonesia namun tindakan korupsi malah merajalela.

Lebih dari setengah populasi dunia percaya korupsi di berbagai sektor publik merupakan masalah yang sangat serius. Bukan hanya serius namun menjadi salah satu masalah primer yang harus cepat untuk diatasi. Liberia dan Mongolia adalah dua negara yang paling korup di dunia, menurut sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini. Di kedua negara tersebut, hampir 90% dari penduduknya percaya bahwa korupsi di sektor publik sudah menjadi masalah yang sangat komplek.

Dan dari survei yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup, negara tersebut antara lain.

1.Azerbaijan

2.Bangladesh

3.Bolivia

4.Kamerun

5.Indonesia

6.Irak

7.Kenya

8.Nigeria

9.Pakistan

10.Rusia.

Dari data diatas sangat jelas bahwa penerapan korupsi telah merata di masyrakat Indonesia. Indonesia menempati peringkat 5 dunia. Bahkan diperparah menempati peringkat 1 di kawasan Asia – Pasifik. Sungguh miris pelaku korupsi Indonesia telah menembus peringkat tertinggi. Sehingga tidak salah banyak orang domestik maupun manca negara mengatakan Indonesia salah satu pelahir bayi kecil hingga bayi besar korupsi.

Mulai dari sekarang, masyarakat harus menjadi pribadi yang anti korupsi terutama pelajar Indonesia. Belajar dari setiap permasalahan dan kaca mata dunia. Berikut cara membangun sikap anti korupsi

1.Memahami informasi

Bahaya korupsi biasanya ditunjukkan menggunakan argument ekonomi, sosial dan politik. Siswa tentunya akan sulit untuk memahami,untuk itu perlu ‘diterjemahkan’ ke dalam bahasa para siswa dengan menunjukkan bagaimana korupsi mengancam kepentingan mereka dan kepentingan keluarga dan temanteman.

2.Mengingat

Tidak diragukan lagi, dengan proses mengulang, anak akan ingat, namun jika yang sama diulang lebih dari tiga kali, anak akan merasa jenuh dan merasa kehilangan hak untuk membuat pilihan bebas. Jadi tidak ada salahnya mengubah bentuk penyediaan informasi dengan cara yang paling tak terduga dan mengesankan (ada variasi)

3.Mempersuasi (Membujuk) diri sendiri untuk bersikap kritis

Sikap kritis menjadi sangat kuat bila tidak hanya diberikan, tetapi mengarahkan mereka untuk mengembangkanya dengan penalaran intensif. Efeknya akan lebih kuat jika menggunakan metode pembelajaran aktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline