Permasalahan yang terjadi di Pulau Maratua merupakan permasalahan yang cukup kompleks yang harus terus-menerus diatasi secara perlahan. Peran pemerintah kota Berau serta Kementrian terkait harus bersinergitas dalam menyelesaikan permasalahan ini karena Pulau Maratua dapat dikatakan objek vital bagi dunia kerpariwisataan di Kaltim. Pulau Maratua hanya bisa tersedia 150 Ha dan tidak berada dalam satu hamparan. Permasalahannya adalah KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Pariwisata belum ada kepastian soal besar wilayah yang harus mencapai 300 ha.
Dalam hal ini pemkab Berau sangat bergantung dengan menteri yang seharusnya rancangan KEK yang luahsnya mencapai 300 ha nantinya akan diusulkan saat setelah memiliki rancangan yang baik dari pembkab berau. Setiap perusahaan memiliki 3 sampai 5 titik lahan yang menjadi syarat.Saat ini, kata wabup, ada perusahaan konsorsium yang digagas Republik Seychelles dengan investor dari Malaysia, Unit Emirat Arab (UEA) dan Qatar yang ingin berinvestasi di Maratua.
Permasalahan kedua adalah persoalan sampah yang ada di pulau-pulau, yang hingga kini masih sulit ditangani. Wabup mengakui, selama ini memang belum ada solusi konkret dalam penanganan sampah. Karena berada di pulau, sampah-sampah tersebut tidak terangkut, bahkan sebagian terpaksa dibakar, sisanya menggunung dan terhampar di sepanjang bibir pantai, contohnya di Pulau Derawan.
Adapun pertemuan yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan resort, camat dan kepala kampung kemaren hanya menjadi sebatas wacana. Dalam hal ini, pemerintah belum secara tegas untuk mengeksekusi permasalahan ini sampai tuntas. Selain dari pada itu, menumpuknya sampah dipulau maratua juga merupakan akibat dari kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dan pengunjung. Sehingga banyak sampah-sampah susulan dan sampah-sampah menumpuk di lokasi tertentu.
Permasalahan ketiga adalah Pulau Derawan sebagian besar bangunan yang berdiri memang tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga tidak bisa dijadikan tempat usaha. Selain itu, pembangunannya juga telah melewati batas sempadan pantai (bangunan di atas pantai-red) yang menghilangkan fungsi pantai sebagai akses publik yang tidak sesuai dengan konsep ekowisata.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau mendukung kebijakan Bupati dan Wakil Bupati terkait perizinan usaha resort, home stay dan sejumlah penginapan yang ada di wilayah pesisir, seperti Pulau Derawan dan Pulau Maratua, harus mengikuti peraturan sesuai dengan prosedur yang berlaku.Pelaksanaan kebijakan secara tegas tidak terlihat oleh pemerintah kabupaten Berau, karena prosedur perizinan yang harus dijalani oleh pelaku usaha tidak terjalankan dengan maksimal. Dalam hal ini banyak resost yang belum memenuhi izin khususnya IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Pemprov dan pemkab tidak dapat bekerja sendiri, dalam artian Pemerintah tingkat kabupaten sampai desa harus bersinergias dalam mengupayakan pengembangan dan pembangunan Pulau Maratua ini, sehingga Pulau Maratua dapat menjadi destinasi wisata yang menarik dan unik untuk dikunjungi serta menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) Provinsi kalimantan Timur.
3.2 Solusi
Menurut saya, cara untuk mengupayakan masalah dapat rampung dengan segera pihak pemerintah dan lainnya dapat menempuh cara-cara sebagai berikut :
Meningkatkan Sinergitas antara Pemkab, Dinas Pariwisata, DPRD, Kementrian Pariwiata, Pemrov. Kaltim dan Pemerintah Kecamatan, Resort serta masyarakat untuk bersama-sama mengatasi segala permsalahan yang terjadi.
Disbudpar kab. Berau harus lebih tegas mengenai pelaksanaan prosedur perizinan yang telah ditetapkan dan jangan sampai ada perizinan yang lolos tanpa prosedur yang benar. Selain itupun Disbudpar harus berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan dalam hal kebersihan dan sangsi-sangsi tertentu jika masalah sampah belum juga bisa teratasi. Kemudian bangunan yang disalahgunakan (tidak untuk tempat usaha) bisa ditawarkan kepada pengusaha-pengusaha kecil untuk dapat menjalankan usaha di bangunan tersebut dengan berkoordinasi dengan Dinas Pasar dan UMKM.