Lihat ke Halaman Asli

Dendi Torowitan

Pop Culture Geek

Bon Jovi: 33 Tahun, 4 Dekade dan Album Baru

Diperbarui: 21 Oktober 2016   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bonjovi.com

Sesuatu yang ditunggu para penggemarnya di seluruh dunia yakni album baru Bon Jovi yang akan dirilis dalam waktu dekat, This House Is Not For Sale. Sebuah rock band yang besar di pertengahan tahun 80an dan masih mempertahankan popularitasnya serta eksis di belantara Billboard lewat album-albumnya yang terjual diatas 120 juta keping di seluruh dunia, sesuatu yang jarang dicapai oleh rock band lain seangkatannya. Dalam rangka menyambut album mereka, tulisan ini memiliki fokus pada perubahan yang cukup radikal di beberapa tahun terakhir ini. 

Sejak terakhir mereka merilis album What About Now (2013) dan album kompilasi lagu-lagu yang belum dirilis, Burning Bridges (2015), sebuah penanda berakhirnya kerjasama mereka dengan label Mercury Records. Meski warna musik mereka tidak segarang dulu, saya sebagai penggemar seperti merasa tersihir, wajib sekali untuk memiliki albumnya. Meski di usia mereka yang rata-rata diatas 50 tahun –bahkan drummer mereka, Tico Torres diatas 60 tahun- namun semangat rock n’roll tetap berjalan ke depan, terus berkarya tidak dimakan usia, laris manis dari penjualan album dan tur di berbagai belahan dunia.

Berbagai perubahan signifikan sebenarnya terjadi setelah perilisan album What About Now, saya rasa sesuatu hal yang alamiah dan manusiawi untuk ukuran rock band yang telah berdiri kokoh selama lebih dari 30 tahun, meski memang sangat disayangkan. Peristiwa menyedihkan dan mengejukan datang dari Richie Sambora, sang gitaris sekaligus roh Bon Jovi, tiba-tiba mengundurkan diri dengan alasan pribadi. Saya sebagai penggemarnya pun kecewa dan sakit hati karena Richie tidak mungkin kembali dalam waktu dekat ini. Yang lebih menyakitkan lagi, peristiwa tersebut terjadi sebelum Bon Jovi mengadakan konser di Jakarta setahun yang lalu. 

Namun sudahlah... khususnya sebagai penggemar, kita semua harus menghargai keputusannya, termasuk sang vokalis sekaligus pendiri grup, Jon Bon Jovi. Itu yang saya suka dari Bon Jovi, bahwa filosofi mereka dapat saya katakan : respect each other, the real ‘marriage’ in rock band is bounded by equally brotherhood. Tidak ada ego yang menonjol, tidak ada perkelahian hebat yang menyebabkan salah satu anggota band keluar karena berbeda paham, dan tentunya mereka tidak pernah sombong kepada publik atau media selama berkarir. Richie keluar karena ingin konsentrasi dengan keluarganya, setelah berpisah dengan Heather Locklear, kini fokus lebih dekat bersama anaknya, Ava Sambora, serta mengerjakan proyek musik, salah satunya dengan musisi Orianthi. Well, sudahlah … wish you luck, man!

Kembali ke Bon Jovi. Ya peristiwa yang disebutkan tadi adalah salah satu dari peristiwa berikutnya yang tak kalah signifikan, yakni dirilisnya album Burning Bridges (2015) sebagai kontribusi terakhir dari hubungan bisnis mereka dengan perusahaan yang membesarkannya, Mercury Records. Saat itu, Bon Jovi harus mencari dan bekerja sama dengan perusahaan rekaman baru. Album yang hanya terdiri dari 9 lagu lama yang belum rilis dan 1 lagu baru, We Don’t Run. Seperti biasa, warna lagu yang dimainkan sama seperti di album-album mereka yang rilis di era 2000an. Bagaimanapun juga, saya suka lagu ballad mereka, Fingerprints. Lagu tersebut masih kuat dengan karakter Bon Jovi di era 90an. Saya berusaha mencari info apakah Richie masih terlibat di lagu tersebut, namun nihil. Karena gaya gitar yang dimainkan kental dengan sentuhan blues nya Richie ... sebenranya penasaran sih.

Peristiwa besar berikutnya tentu saja kesukesan konser mereka di Gelora Bung Karno di bulan September 2015 lalu, meski tanpa Richie, namun para penggemarnya sekitar 40 ribu orang dengan penuh antusias memadati stadion. Hal tersebut merupakan euforia penantian selama 20 tahun lamanya –sejak konser mpertama mereka di Jakarta tahun 1995- lunas terbayarkan! Namun yang meyayat hati, saya sendiri tidak bisa menyaksikan konser tersebut terkait prioritas keuangan waktu itu … hiks.

Lalu peristiwa signifikan yang terakhir adalah ternyata, Bon Jovi kembali lagi kepada pangkuan Universal Music (yang membawahi label Mercury Records), namun kali dibawah label Island Records. Dan Bon Jovi akan segera merilis album baru mereka di musim gugur ini, This House Is Not For Sale. Dari yang saya baca di situs dan media sosial resmi mereka sebelum mereka sepakat dengan Universal Music, dapat saya simpulkan untuk album baru mereka adalah refleksi dari awal perjalanan karir mereka pertama kalinya seperti di tahun 1983. Musik mereka akan kembali kepada akarnya, hard rock. Tahun 1983 adalah perjuangan mereka mencari dan bekerjasama dengan perusahaan rekaman dan jenis musik mereka yang kala itu mengusung glam metal atau hard rock. Atas dasar itulah, Jon Bon Jovi menyiratkan sinyal gaya musik mereka di album terbarunya. Nah, bayangan saya dan saya baca beberapa komentar, berarti gaya musik mereka balik lagi ke glam metal atau hard rock murni dong?? 

Seperti yang kita ketahui, warna musik mereka berubah dengan mengadaptasi gaya musik rock di era 2000an, sejak album Crush (2000), bahkan jika ditengok ke belakang lagi, karena musik grunge dan alternatif, gaya musik Bon Jovi pun berubah di album Keep The Faith (1992) dan These Days (1995). Entahlah, ekspektasi saya sebagai penggemar untuk album baru Bon Jovi adalah membalikkan gaya musik mereka seperti album-album mereka di era 80an, atau minimal seperti Keep The Faith. Beberapa waktu lalu, setelah mereka merilis single resmi dengan judul yang sama dengan albumnya, saya tonton di youtube, ternyata … oohh, tidak ada bedanya dengan album-album mereka di era 2000an. Masih kental dengan sentuhan pop dan tidak se-powerfull seperti dulu lagi, well harapan saya mungkin terlalu tinggi, tapi yang namanya penggemar, biar bagaimanapun juga tetap enjoy

Di singlekedua berjudul Knockout, saya rasa lebih baik. Adanya eksplorasi vokal Jon dengan nada tinggi yang menghentak dan beat irama yang cukup kencang, dengan sayatan gitar Phil X yang cukup menggelegar. Meski demikian warna musik mereka masih terpengaruh dari album mereka, The Circle (2009). Namun di single ketiga, sebuah lagu ballad berjudul Labor of Love, lagi-lagi kurang favorit bagi saya, tipikal dari album-album mereka di era 2000an. Mungkin jika didengar berkali-kali, saya akan suka … hehe.

Oh ya, dalam rangka mempromosikan album terbarunya, mereka membuat surprise berupa perubahan format yang membuat saya girang bukan kepalang, yakni kembali ke formasi Bon Jovi dengan 5 personil resmi! Yes, itu yang saya harapkan sebagai sebuah rock band utuh. Meski Alec John Such sudah lama menghilang dan Richie Sambora baru saja menghilang, kali ini posisi mereka resmi digantikan oleh Hugh McDonald dan Phil X. Kasihan banget ya Hugh McDonald dengan sangat low profile telah berjasa besar sebagai pemain bass lepasan, membantu Jon dalam merekam lagu Runaway di tahun 1982 silam, jauh sebelum Bon Jovi terbentuk. Namun memang dibalik semua itu, sekali lagi Jon tidak egois, karena sejak Alec keluar di tahun 1994, mereka respek dengan keputusannya dan tak akan tergantikan oleh siapapun, makanya formasi resmi mereka sejak saat itu selalu berempat. 

Namun kini akhirnya status tersebut dilepas, dan yang paling beruntung tentu Phil X, begitu masuk tak lama kemudian jadi anggota resmi setelah Richie keluar. Dan saya juga salut dengan keyboardist David Bryan dan drummer Tico Torres yang selalu setia dengan Bon Jovi selama 33 tahun berkarya. Intinya adalah Bon Jovi memiliki filosofi sebagai rock band yang tidak suka gonta-ganti personil, namun apa daya, perjalanan karir grup musik tidak ada yang abadi, kecuali mungkin boleh dikatakan seperti Led Zeppelin atau Queen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline