Lihat ke Halaman Asli

Dendi Priatna

Mahasiswa Universitas Airlangga

Tantangan Kontemporer dalam Mengatasi Kekerasan Seksual: Perspektif Opini

Diperbarui: 20 Mei 2024   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: nukaltim.id

Kekerasan seksual merupakan masalah serius di lngkungan sosial, pekerjaan, keluarga, dan pendidikan. Kekerasan seksual mencakup berbagai perilaku seperti pemerkosaan, pemaksaan seksual, kontak yang tidak diinginkan, dan pengalaman non-ontak yang tidak diinginkan seperti pelecehan. (Dills et al., 2016; Smith et al., 2018; Smith et al., 2017). Dalam artikel opini ini, penulis akan menjelajahi tantangan kontemporer dalam menghadapi kekerasan seksual melalui lensa perspektif opini. Penulis akan menggali beragam akar masalah kekerasan seksual, serta solusi yang diusulkan untuk mengatasi tantangan ini.

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang. (WHO, 2017). Kekerasan seksual merupakan kegiatan yang terdiri dari berbagai aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya. Kekerasan seksual meliputi penggunaan atau pelibatan anak secara komersial dalam kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pelacuran anak. (UNICEF, 2014).

Kekerasan seksual kini menjadi masalah serius di Indonesia, per 1 Januari 2024 berdasarkan data yang dihimpun dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia telah terjadi 7.076 kasus pelecehan seksual, dengan 80,5% korban perempuan dan 19,5% korban laki-laki. Korban kekerasan seksual sebagian besar dialami oleh anak-anak dengan persentase sebesar 63,8%.

Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan seksual, yaitu:

  • Faktor keluarga

Faktor keluarga yang tidak utuh menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya kekerasan seksual. Keadaan emosional timbul dari sakit hati yang datang dengan perceraian. Sakit hati yang dirasakan oleh korban itulah yang menjadi penyulut munculnya emosi. Keluarga juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pemicu permasalahan dalam kasus pelecehan seksual.

  • Faktor lingkungan

Faktor lingkungan sekitar yang kurang baik juga menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual, apalagi sering kita melihat sekarang ini, betapa banyak anak yang salah pergaulan sehingga salah jalan dan berani melakukan hal-hal di luar batas kendalinya, bisa juga karena dorongan dari teman-teman disekitarnya. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dalam bersosialisasi dengan orang lain, kita harus mampu memilih lingkungan yang baik, memilih teman atau saudara yang baik. (Kayowuan Lewoleba & Helmi Fahrozi, 2020).

  • Faktor individu

Faktor individu ini terjadi karena kepribadian seseorang itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi rumah atau lingkungan setempat yang buruk.. Faktor internal meliputi seseorang dengan kebutuhan khusus, mudah terpengaruh, ataupun terlalu bergantung dengan orang lain, dan lain-lain.

Kekerasan seksual tentunya akan memberikan dampak yang buruk baik secara fisik maupun psikis pada korban, berbagai dampak dari kekerasan seksual yang dialami korban ialah:

  • Emosi yang tidak stabil
  • Cenderung lebih pendiam dari biasanya
  • Mengurung diri
  • Depresi, ketakutan, dan cemas
  • Mengalami trauma berat
  • Suka melamun
  • Merasa malu dan minder dengan orang disekitar
  • Merasa dirinya hina
  • Kehilangan kepercayaan diri

Buruknya dampak yang dialami oleh korban kekerasan seksual, lantas mengapa masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia? Banyaknya hambatan dalam penanggulangan kasus kekerasan seksual menjadi penyebab belum tuntasnya masalah kekerasan seksual di Indonesia. Adapun hambatan-hambatan yang terjadi dalam penanggulangan kekerasan seksual yakni:

  • Korban kekerasan seksual sering kali merasa takut atau malu untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual karena stigma sosial yang melekat pada korban, mereka khawatir tidak akan dipercaya atau akan disalahkan atas kejadian tersebut.
  • Banyak orang tidak memahami secara menyeluruh tentang kekerasan seksual termasuk apa yang dianggap sebagai perilaku yang tidak pantas atau bahkan kriminal, kurangnya pengetahuan tersebut dapat menghambat upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.
  • Pelaku sering menggunakan kekuasaan, kontrol, atau ancaman untuk mempertahankan kekerasan dan mencegah korban melaporkan kejadian tersebut.
  • Sistem hukum yang lemah atau kurangnya penegakan hukum yang efektif dapat menyebabkan rendahnya pelaporan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
  • Kebijakan publik yang tidak memadai dalam mendeteksi korban, mencegah kekerasan, atau menindak pelaku juga dapat menjadi hambatan dalam upaya penanggulangan kekerasan seksual.

Banyaknya hambatan dalam penanggulangan kasus kekerasan seksual di tanah air, diperlukan strategi-strategi khusus untuk mengentaskan masalah ini. Adapun strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam penanggulangan kasus kekerasan seksual yaitu:

  • Pendidikan dan kesadaran publik
  • Penguatan hukum dan penegakan hukum
  • Pemberdayaan korban
  • Kampanye anti-stigma
  • Pengaruh budaya dan media
  • Keterlibatan komunitas
  • Pengembangan kebijakan inklusif

Dalam rangka menyongsong kesuksesan penanggulangan kasus kekerasan seksual, Universitas Airlangga sebagai lembaga pendidikan yang menjadi garda terdepan dalam pembentukan karakter dan moral bangsa membentuk satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS). Upaya Universitas Airlangga dalam memberantas masalah kekerasan seksual adalah dengan mengeluarkan kebijakan drop out bagi mahasiswa yang terbukti melakukan tindak kekerasan seksual.

Dalam perjalanan untuk menjelajahi tantangan kontemporer dalam mengatasi kekerasan seksual dari perspektif opini, kita telah diperkenalkan dengan beragam pandangan dan pendekatan. Tinjauan terhadap konteks kekerasan seksual menyoroti kompleksitas fenomena ini. Dari bergagai perspektif opini, kita juga telah belajar tentang pentingnya pendidikan, penguatan hukum, pemberdayaan korban, kampanye anti-stigma, pengaruh budaya dan media, keterlibatan komunitas, serta pengembangan kebijakan inklusif dalam upaya untuk mengatasi kekerasan seksual.

Sebagai kesimpulan, diperlukan adanya sinergitas antar lintas sektor dan lintas disiplin, serta pentingnya mengintegrasikan perspektif opini dalam perumusan kebijakan dan tindakan praktis. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama mengtasai tantangan kontemporer dalam menghadapi kekerasan seksual dan menuju masa depan yang lebih aman, adil, dan berdaya bagi semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline