Lihat ke Halaman Asli

Dendi Pribadi Pratama

Akademisi/Mahasiswa

Gibran Benar-Benar Mengecewakan! Sambutan Pakai Para-para, Dulu Sekolahnya di Mana? Wapres Tidak Berprotokol?

Diperbarui: 9 Januari 2025   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.google.com/imgres?q=Gibran%20Benar-Benar%20Mengecewakan!%20Sambutan%20Pakai%20Para-para%2C%20Dulu%20Sekolahnya%20di%20Mana%3F%20Wapres%20T

Penulis: Dendi Pribadi P, Mahasiswa Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

JAKARTA, 13 Desember 2024 -- Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, kembali menjadi sorotan publik setelah pidato yang disampaikannya dalam Konferensi Besar (Konbes) Fatayat NU pada Jumat (13/12/24). Dalam pidatonya, Gibran menggunakan ungkapan "para-para" untuk menyebut para tokoh agama, kyai, dan ibu nyai yang hadir pada acara tersebut. Ungkapan yang dinilai tidak sesuai dengan formalitas pidato kenegaraan ini mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan.

Pidato Gibran di Konbes Fatayat NU

Dalam pidatonya, Gibran dengan antusias menyapa hadirin yang terdiri dari para tokoh agama, kyai, dan ibu nyai, serta para peserta lainnya, dengan mengatakan, "Para-para tokoh agama, para-para kyai, para-para ibu nyai yang hadir pada pagi hari ini." Ungkapan ini terkesan informal dan kurang tepat untuk sebuah acara yang melibatkan banyak tokoh penting, apalagi dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden Indonesia.

Meskipun niat Gibran mungkin untuk lebih akrab dengan audiens, penggunaan kata "para-para" yang lebih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari menuai kritik tajam. Dalam pidato resmi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh agama besar seperti kyai dan ibu nyai, pemilihan kata ini dinilai tidak menghormati nilai formalitas yang seharusnya dijaga.

Reaksi terhadap Pilihan Kata Gibran

Penggunaan istilah "para-para" dinilai merendahkan keseriusan acara, terutama mengingat kedudukan Gibran sebagai Wakil Presiden. Banyak pengamat politik dan tokoh masyarakat yang mengungkapkan kekesalan mereka atas pilihan kata yang dianggap tidak pantas tersebut.

"Sebagai Wakil Presiden, Gibran seharusnya lebih berhati-hati dalam memilih kata. Menggunakan istilah 'para-para' di hadapan tokoh agama dan masyarakat luas bisa menciptakan kesan yang kurang profesional," ujar Dr. Hadi Prasetyo, pengamat politik dari Universitas Indonesia. "Pidato tersebut seharusnya memberikan teladan dalam hal formalitas dan kewibawaan, apalagi jika Gibran ingin dilihat sebagai sosok pemimpin yang matang."

Komentar serupa juga datang dari kalangan netizen yang mempertanyakan keahlian Gibran dalam berpidato. 

"Seharusnya sebagai Wakil Presiden, Gibran bisa lebih memahami konteks dan mematuhi protokol acara. Pilihan kata seperti itu tidak bisa diterima dalam acara yang melibatkan tokoh-tokoh penting," tulis salah satu netizen di platform media sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline