Lihat ke Halaman Asli

Dendi Pribadi Pratama

Akademisi/Mahasiswa

Soal Roti Aoka Mengandung Pengawet Berbahaya, Komite III DPR RI Tekankan Penguatan dan Fungsi BPOM pada Pengawasan Produk Melalui RUU POM

Diperbarui: 6 Agustus 2024   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.google.com/imgres?q=roti&imgurl=https%3A%2F%2Fres.cloudinary.com%2Fdk0z4ums3%2Fimage%2Fupload%2Fv1687134278%2Fattached_image%2F5-manfaat-r

Penulis: Dendi Pribadi P, Mahasiswa Administrasi Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat terhadap keamanan pangan semakin meningkat. Isu ini mencuat ketika ditemukan sejumlah produk roti yang mengandung pengawet berbahaya di pasaran. Komite III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai perlunya penguatan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi produk pangan, khususnya melalui pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM).

BPOM telah melakukan pengujian dan inspeksi terhadap roti Aoka dan Okko untuk memastikan keamanan konsumsi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa roti Aoka tidak mengandung natrium dehidroasetat, sedangkan roti Okko ditemukan mengandung bahan tambahan pangan yang dilarang oleh BPOM.

Komite III DPR RI menekankan bahwa meskipun BPOM telah melakukan pengawasan post market dan inspeksi sarana produksi, masih ada kelemahan dalam tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM yang perlu diperkuat untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Mereka berharap adanya perbaikan melalui RUU POM untuk meningkatkan efektivitas pengawasan produk makanan.

Merespon viralnya kasus penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) berupa natrium dehidroasetat pada produk roti yang beredar di pasaran, Komite III DPD RI berharap adanya penguatan tugas, fungsi dan kewenangan BPOM secara menyeluruh dalam pengawasan obat dan makanan.

"Bagaimanapun kita menyampaikan apresiasi kepada BPOM karena sebagaimana penjelasannya, untuk kasus ini BPOM telah mengambil sampel produk roti tersebut pada Juni silam. Ini artinya pengawasan post market telah dilakukan. Pun demikian BPOM telah melakukan inspeksi pada sarana produksi dan melakukan penghentian dan peredaran produk. Hanya saja kami melihat tetap ada kelemahan dari tugas, fungsi dan kewenanganan BPOM dalam pengawasan produk secara keseluruhan sehingga persoalan seperti ini masih kerap terjadi." ungkap Hasan Basri, Ketua Komite III DPD RI dalam pernyataannya.

Hasan Basri lebih lanjut menambahkan bahwa terkait dengan sarana produksi misalnya. BPOM tidak memiliki kewenangan apapun terhadap sarana produksi, dalam hal ini mencabut izin sarana produksi. Tindakan menghentikan produksi dan menghentikan peredaran produk tentu berbeda dengan sarana produksi itu sendiri.

Prof. Budi Santoso, Pakar Keamanan Pangan: "Dengan meningkatnya kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya dalam produk pangan, penguatan regulasi dan pengawasan oleh BPOM menjadi sangat krusial. RUU POM diharapkan dapat memberikan BPOM instrumen yang lebih efektif dalam melindungi konsumen."

Dr. Andriani, Pakar Hukum Pangan: "RUU POM merupakan langkah strategis untuk memperkuat kerangka hukum dalam pengawasan pangan. Diharapkan undang-undang ini dapat memperjelas kewenangan dan tanggung jawab BPOM, serta memperketat sanksi bagi pelanggar."

Konsumen semakin waspada terhadap bahan tambahan pangan yang digunakan dalam produk sehari-hari, termasuk roti. Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah temuan pengawet berbahaya dalam produk roti merek AOKA. Komite III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai pentingnya memperkuat peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM), untuk memastikan keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline