Lihat ke Halaman Asli

Membaca Langkah Ridwan Kamil dalam Pilkada Jabar 2018

Diperbarui: 21 Maret 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pictaram.com

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat 2018 mendatang mulai menghadirkan jenak-jenak rasa interest baru dan euporia tersendiri pada benak publik Jawa Barat setidaknya disebabkan karena dua hal pertama nuansa pilkada DKI cukup mewarnai dan mendominasi isu pilkada gelombang kedua februari 2017 yang nuansanya mulai merambah ke wilayah-wilayah pemilihan lain dengan karakterisitik masyarakat pemilih dan lingkungan kebijakannya cukup memiliki kekhasan maupun kemiripan dengan DKI Jakarta. Pilkada DKI juga telah membangkitkan kesadaran umum akan urgensi partisipasi dalam proses politik serta pelembagaan demokrasi lokal untuk mendukung sistem pilkada langsung.

Kedua mulai bertebaran di ruang publik nama-nama figur besar yang cukup populer dan elektabel seperti Ridwan Kamil, Deddy Mizwar, Dede Yusuf, Desi Ratnasari dll yang banyak dibincangkan akan tandang ke gelanggang pilkada Jabar juni 2018. Rasa interest baru dan euporia yang kelak hadir di benak publik Jabar karena kuatnya figur dan pengaruh semangat pilkada DKI merupakan sinyalemen positif dalam perkembangan demokrasi lokal dan meminjam istilah Riant Nugroho (2012) upaya konsolidasi dan pendalaman demokrasi (deepning democracy) secara umum di Indonesia, mengarahkan praktik demokrasi langsung yang telah bertahan selama kurang lebih satu dekade kepada cita-cita luhurnya terdahulu yaitu memutus politik oligarki dan politik dinasti yang dilakukan sekelompok elit lokal dalam penetapan kepala daerah, mengimbangi kekuasaan dan memperkuat mekanisme pengawasan kekuasaan (check and balances) dengan DPRD, memberikan legitimasi kebijakan yang kuat terhadap kepemimpinan lokal karena mendapat mandat langsung dari rakyat (direct mandatory), menciptakan kepala daerah yang profesional, berkualitas, berintegritas serta responsif terhadap kepentingan dan tuntutan publik serta mendekatkan jarak batin masyarakat dengan pemimpinnya (Hendri, 2016).  

Seperti diketahui bersama, Walikota Bandung Ridwan Kamil (baca : RK) yang dikenal sebagai sosok pemimpin transformasional telah melakukan perubahan besar pada wajah kebijakan publik di Kota Bandung yang lahir dari rahim administrasi-nya terutama pada kebijakan paling fenomenal dan kompetitif yaitu penciptaan ruang-ruang publik baru melalui taman-taman kota, penyediaan lahan pejalan kaki yang nyaman, fungsional dan estetik, mengembangkan infrastruktur kota yang ramah lingkungan, melaksanakan pelayanan publik secara online, merubah paradigma birokrasi dari old public administrationyang kaku dan birokratif menjadi new public management dan new public servicesyang lebih lentur terhadap keinginan dan kepentingan publik dan kebijakan-kebijakan kompetitif lainnya yang kesemua itu merupakan grand desain dari konsep kebijakan publik berbasis creative and smart city.

Warisan Kebijakan Ridwan Kamil

Lebih dari itu tidak hanya wajah kebijakan publik yang berubah, RK telah berhasil melampaui hal yang bersifat teknokratis, mampu menciptakan setidaknya tiga hal. Pertama nilai-nilai (values)yang hidup dalam pergaulan sosial masyarakatsulit sekali memisahkan dimensi nilai pada suatu kebijakan publik, karena sejatinya nilai merupakan fundamen dasar suatu kebijakan publik diformulasi dan diorientasikan, RK telah berhasil memposisikan kebijakan publik sebagai instrumen untuk melakukan perubahan sosial dan internalisasi nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, kolektivitas, persatuan, kerukunan, toleransi, gotong royong, kepedulian dan kepekaan sosial pada batin masyarakat kota yang biasanya nilai-nilai tersebut justru tumbuh mekar dalam suasana sosiologis masyarakat pedesaan. 

Umumnya, kondisi sosiologis masyarakat perkotaan sesak dengan rutinitas dan nilai-nilai individualistik, materialistik dan hedonistik, kering dari makna dan nilai-nilai luhur, terdapat sekat-sekat sosial yang biasanya membatasi dan saling melokalisir antar kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya.

Kedua budaya dan gaya hidup (culture), nilai-nilai yang telah terbentuk dan terinternalisasi dari suatu kebijakan publikyang digulirkan RK kemudian berjalin dan berkelindan satu sama lainnya secara natural menemukan dan mengembalikan budaya lama dengan wajah baru yang khas dari suasana Kota Bandung yang dalam catatan sejarah tidak hanya kota perjuangan dan pusat pergerakan kemerdekaan serta pendidikan, melainkan juga merupakan kota yang bahagia, ramah, sopan, hijau dan menjadi tujuan pelesiran. 

Ketiga terciptanya keterikatan sosial yang kuat (social engagement) antara masyarakat dengan pemimpinnya, social engagement  yang penulis maksud adalah terwakilinya pikiran, perasaaan dan perbuatan masyarakat dalam diri pemimpin yang melahirkan perasaan kesukaan, cinta, kepercayaan, komitmen, pembelaan fanatis dan loyalitas yang mendalam atas figur, gagasan dan keputusan pemimpin. 

Fenomena social enggagement antara RK dan publik Kota Bandung ini merupakan bentuk hubungan yang lebih dalam dari sekedar resonansi sosial antara pemimpin dan masyarakatnya, terbentuk karena interaksi yang konsisten, persisten, intensif, responsif dan partisipatif di media sosial dan ruang-ruang publik. Keempat RK telah berhasil memperkenalkan kebijakan publik tidak hanya berupa teks produk formal peraturan-peraturan yang harus ditaati dan dipedomani masyarakat, melainkan menunjukan respon-respon informal dalam ruang publik seperti tweets, chats dan postssebagai bagian integral dari kebijakan publik itu sendiri.

Singkatnya, RK dan administrasi publik-nya merupakan pilot project dari berhasilnya cita-cita luhur suatu pilkada langsung, meskipun terdapat persoalan-persoalan Kota Bandung yang sampai sekarang belum sepenuhnya terpecahkan seperti persoalan kemacetan pada pagi dan petang, persoalan genangan banjir cileuncang pada musim hujan karena belum terkelola dengan baiknya sistem sanitasi kota, persoalan kelompok miskin dan penganggur kota serta sedikit tersisa persoalan remah-remah sampah, namun secara umum wajah kebijakan publik dibawah administrasi RK telah berubah drastis menjadi lebih baik dan lebih kompetitif. 

Salah satu faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam keberhasilan kepemimpinan RK di Kota Bandung adalah faktor lingkungan, telah terbangunnya fundamental lingkungan kebijakan yang kondusif untuk lahirnya kebijakan-kebijakan publik baru yang kompetitif, artinya masyarakat Kota Bandung meminjam istilah Amitai Etzioni ilmuwan kebijakan publik (dalam Parson, 2014) merupakan potret dari masyarakat aktif (active society) atau dalam istilah para cendikiawan muslim Indonesia. Potret dari masyarakat madani (civil society) dimana masyarakat telah memiliki kesadaran umum yang cukup memadai untuk terlibat dalam proses politik dan pelembagaan demokrasi serta terlibat dalam suatu proses kebijakan publik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline