Dalam situasi maraknya unjuk rasa dan ancaman dari beberapa kelompok dalam menanggapi Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pemerintah baru-baru ini. Membuat saya terentak untuk merefleksikan mengenai jati diri sebagai Warga Negara Indonesia dengan melihat kembali sila keempat dalam Pancasila. Sekaligus mengirimkan pesan bagi mereka mereka yang hendak melakukan revolusi besar-besaran dalam rangka menanggapi Undang-Undang Cipta Kerja, serta untuk mereka yang hendak atau sudah melakukan aksi unjuk rasa hingga merusak bahkan merusak fasilitas publik. Sebagai orang yang terdidik atau belum terdidik, apa saja yang hendak Anda lakukan terhadap negara harap dipikirkan dahulu matang-matang!
Beranjak dari salah satu artikel yang dimuat dalam salah satu media online (detik.com) dengan judul, “Ketum FPI: Habib Rizieq Segera Pulang Untuk Pimpin Revolusi”. Maksud dari judul ini jelas yakni memberikan informasi kepada para pembacanya bahwa pimpinan FPI (Front Pembela Islam) Rizieq Shihab akan segera pulang untuk membuat suatu revolusi. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Ketua Umum DPP FPI Ahmad Shabri Lubis dalam aksi menolak UU Cipta Kerja di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Di atas mobil komando, Shabri bilang Rizieq akan pulang “untuk memimpin revolusi”. Tentunya isu kepulangan ini terkait dengan banyak unjuk rasa yang terjadi terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pemerintah Indonesia.
Ada satu hal penting yang terungkap dalam ucapan di atas. Kata ‘Revolusi’ yang digunakan pada saat melakukan unjuk rasa nampaknya kurang tepat. Apabila ditelaah lebih dalam, arti kata Revolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perubahan ketatanegaraan (pemerintah atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata). Timbul pertanyaab: Apa yang dimaksud dengan kata ‘Revolusi’ ketika digunakan dalam suatu momentum unjuk rasa? Apakah artinya hendak menggunakan kekerasan agar terjadi suatu perubahan secara cepat demi memudahkan terwujudnya cita-cita kepentingan kelompok tertentu? Hal ini nampak dengan banyak unjuk rasa di beberapa daerah yang bahkan menimbulkan kekerasan dan kerusakan fasilitas umum.
Tindakan ini seperti tidak menghiraukan apa yang tertulis dalam sila keempat Pancasila yang berbunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Nilai musyawarah untuk mufakat seperti tidak dihiraukan ketika melakukan unjuk rasa. Kekerasan seperti menjadi jalan pintas untuk terwujudnya perubahan. Hal ini menjadi patokan untuk melihat seberapa utuh jati diri kita sebagai seorang Warga Negara Indonesia.
Menurut Kardinal Ignatius Suharyo, agar kita tetap memiliki jati diri Indonesia yang kokoh, ada hal-hal yang harus dipertahankan: Pertama, Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan penghargaan terhadap pluralitas yang dirumuskan dalam ungkapan Bhineka Tunggal Ika. Kedua, ketetapan untuk membangun negara kesejahteraan, yakni mewujudkan kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat luas. Ketiga, prinsip keterwakilan yang diwujudkan dalam demokrasi, serta tidak meninggalkan asas musyawarah sebagai nilai budaya lokal yang harus selalu dijunjung tinggi.
Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa yang menjadi panduan untuk hidup dan bertindak sebagai Warga Negara Indonesia adalah Pancasila. Pancasila yang digagas oleh para pendiri bangsa. Bukan ide-ide lain yang menghancurkan kesatuan dan kesejahteraan bersama yang digagas oleh orang-orang atau kelompok tertentu.
Tulisan yang sederhana ini ditujukan untuk Warga Negara Indonesia agar selalu belajar dari sejarah seperti yang diamanatkan oleh Presiden Soekarno. Usaha yang terus-menerus untuk memahami cita-cita para pendiri Bangsa yang terkandung dalam Pancasila ini penting agar dapat bertindak dan berperilaku secara tepat demi kemajuan Bangsa bukan kelompok tertentu. Kelompok yang sungguh nyata ada di tengah kehidupan bernegara. Contohnya jelas, ketika ada kelompok yang menyebutkan bahwa pemimpinnya akan datang untuk memimpin revolusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H