Lihat ke Halaman Asli

Dena Dayana

Mahasiswa Universitas Andalas

Niat Nonton Konser Malah Kena Tipu, Semudah Itu?

Diperbarui: 4 Januari 2024   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tahun 2022 menjadi awal bangkitnya sektor perekonomian dan perindustrian di Indonesia. Pemerintah mulai melonggarkan peraturan mengenai Covid-19. Kegiatan-kegiatan di luar ruangan mulai diizinkan dengan mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Salah satu kegiatan yang sangat ditunggu oleh masyarakat Indonesia pasca pandemi ini adalah konser dan festival musik.

Tercatat bahwa konser musik pertama yang diadakan setelah pandemi adalah Allo Bank Festival yang digelar selama 3 hari mulai 20 Mei hingga 22 Mei 2022 di Istora Senayan, Jakarta (kompasiana.com). Pada festival ini, artis berskala Internasional diundang seperti Red Velvet dan NCT Dream. Tentu masyarakat Indonesia sangat antusias dengan kedua artis tersebut terutama bagi penggemar K-Pop. Setelah festival tersebut, para promotor acara di Indonesia mulai mendatangkan kembali artis-artis luar negeri. Mulai dari artis Western (Barat), Jepang, Korea, hingga Thailand.

Dari banyaknya jumlah konser dan festival yang diadakan di Indonesia, ada beberapa konser dan festival yang batal diadakan. Beberapa alasannya adalah promotor yang kurang siap mengadakan acara, tiket yang tidak terjual habis, hingga alasan kesehatan sang artis. Namun, banyak juga promotor yang berhasil mengadakan acara tersebut meskipun ada beberapa kendala menjelang hingga saat diadakannya acara.

Dari beberapa alasan batalnya konser diadakan, ketidaksiapan promotor untuk mengadakan acara menjadi salah satu hal yang cukup menarik perhatian. Ketidaksiapan promotor dalam mengadakan acara bisa saja karena faktor FOMO (Fear of Missing Out) yaitu rasa takut jika ketinggalan suatu hal yang sedang hangat di kalangan masyarakat.

Banyaknya konser atau festival yang diadakan tentu menyebabkan tingkat konsumtif masyarakat semakin meningkat. Dalam kurun waktu satu tahun saja, ada 5-10 konser atau festival yang diadakan. Masing-masing orang terkadang memiliki lebih dari satu artis favoritnya. Sehingga, beberapa orang dapat menonton lebih dari 5 konser atau festival dalam setahun. Tentu saja, uang yang dikeluarkan untuk menonton konser atau festival tersebut tidaklah sedikit.

Selain meningkatnya konsumtif masyarakat, kasus penipuan turut meningkat ditengah maraknya konser dan festival. Penipuan (scammer) tersebut berupa tiket acara. Biasanya, para scammer mengambil tangkapan layar tiket milik orang lain yang benar-benar menjual tiketnya di media sosial. Biasanya, kasus scammer ini banyak terjadi di media sosial Twitter (sekarang X). Dalam menindak lanjutinya, korban biasanya membuat sebuah utas Panjang di platform media sosial yang disertai bukti-bukti penipuan yang dilakukan. Namun, sedikit dari scammer tersebut yang berhasil ditangkap polisi dan dilanjutkan proses hukumnya. Para penipu seringkali memanfaatkan popularitas acara tersebut dengan membuat situs atau akun palsu yang menawarkan tiket dengan harga menarik. Mereka memanfaatkan ketidakwaspadaan calon pembeli yang terlalu antusias untuk memastikan kehadiran mereka di konser tersebut.

Salah satu kasus scammer tiket konser yang baru-baru ini terjadi di Indonesia adalah penipuan tiket konser Coldplay. Penipuan ini dilakukan oleh Ghisca Debora Aritonang (GDA). Ghisca diduga memalsukan dan menjual lebih dari 2.268 tiket konser Coldplay. Strategi GDA adalah melakukan penipuan dengan menyamarkan 100 tiketnya menjadi 8.000 tiket. Dalam salah satu postingan korban GDA di akun X (Twitter), pelaku mentransfer seluruh uang yang diperoleh melalui penipuan tersebut ke sebuah bank di Belanda. Aksi tersebut tentu menimbulkan kerugian bagi ratusan orang yang tertipu hingga tidak bisa menyaksikan konser.

Seringkali masyarakat mudah tertipu oleh calo tiket konser ataupun jastip tiket abal-abal karena memiliki keinginan kuat untuk menonton konser tanpa perlu repot mencari tiket atau mengantri untuk membelinya secara resmi. Para calo tiket dan jastip tiket cenderung memanfaatkan situasi ini dengan menawarkan kenyamanan dan kemudahan, padahal kenyataannya mereka hanya ingin mencari keuntungan dengan menjual tiket ilegal dengan harga tinggi. Selain itu, kurangnya informasi dan kesadaran mengenai risiko dan konsekuensi pembelian tiket melalui perantara juga dapat menyebabkan masyarakat mudah menjadi korban.

Dengan adanya konser maupun festival yang diadakan di Indonesia mungkin dapat mengembalikan perekonomian dan perindustrian di Indonesia. Namun hal-hal yang disebutkan diatas seperti ketidaksiapan promotor, membludaknya jadwal konser atau festival yang diadakan, hingga banyaknya penipuan tiket tentu menjadi suatu hal yang harus diperhatikan dan dibenahi lagi. Baik itu bagi promotor, penikmat konser dan festival, aparat hukum, hingga pemerintah sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline