IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TARI REOG BULKIYO UNTUK MENANAMKAN
NILAI PATRIOTISME PESERTA DIDIK DI SD NEGERI SUMBER 03 SANANKULON KABUPATEN BLITAR
NAMA PENULIS
- 202110430311053_NITA YULFARIDA ARINI_UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG_FKIP_PGSD 6-B
- 202110430311070_DENA ADE PRIMASARI_UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG_FKIP_PGSD 6-B
Reog merupakan salah satu kesenian budaya Indonesia yang berasal dari Jawa Timur bagian Barat-Laut serta Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Mengapa demikian, kami mengambil permasalahan yaitu Reog Bulkiyo. Oleh karena itu, Reog Bulkiyo itu sendiri merupakan salah satu kesenian yang berada di Desa Kemloko Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar yang bertepatan di daerah rumah kami. Kesenian ini merupakan warisan nenek moyang Pangeran Diponegoro, seorang prajurit yang mengungsi ke Desa Kemloko di Kabupaten Blitar. Asal nama Bulkiyo sendiri di sini ada dua versi. Pertama, menyebutkan bahwa Bulkiyo adalah nama diambil dari kitab Ambiya salah satu pahlawan perang dalam pertempuran antara negeri Mesir dan negeri Tepas. Kedua, mengatakan bahwa dalam perang Diponegoro ada pasukan yang bernama Laskar Bulkiyo yang dipimpin oleh Kyai Mohammad Bahwi yang berasal dari Suronatan yang merupakan seorang ulama di masjid Suronatan.
Menurut masyarakat setempat bahwa kesenian Reog Bulkiyo ini mempunyai istilah nama Bulkiyo yang diambil dari nama laskar Bulkiyo, karena mereka percaya bahwa kesenian ini ada ketika terjadi perang Diponegoro. Dalam buku Babad Dipanegara dijelaskan bahwa laskar atau prajurit Bulkiyo memang ada, prajurit ini merupakan pilihan pangeran Diponegoro yang mana oleh Kanjeng Sultan prajurit ini diberi nama prajurit Islam sebab dapat mengalahkan perlawanan Jendral Pan Gin. Kejadian perang ini hampir mirip dengan perang yang terjadi di negeri Mesir melawan Tepas, yaitu perang melawan keangkaramurkaan dan penindasan kaum Islam, walaupun di sini Pangeran Diponegoro harus kalah dan diasingkan. Reog Bulkiyo sendiri mulai dihidupkan kembali sejak Agustus tahun 2015 yang sempat vakum hampur puluhan tahun. Tujuan kesenian ini dihidupkan kembali, untuk lebih mewarnai kesenian dan melestarikan budaya khas yang berasal dari Blitar. Tarian perang dalam Reog Bulkio masih mengikuti pakem dari aslinya, semua pemain yang merupakan pria itu terbagi menjadi tiga bagian, yakni penari,pemukul alat musik dan dalang, mereka berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari dua penari, enam pemukul alat musik dan satu orang dalang yang meceritakan kisah peperangan antara kebaikan dan keburukan. Gerakan tarian sejak dulu memiliki empat jenis mulai Lincak gagak, rubuh rubuh gedang, untir-untir, dan perang (Bramantya, 2012:24).
Kesenian Reog Bulkiyo ini hanya terdapat dua tokoh dalam alur ceritnya yaitu Bagindo Lawe sebagai penguasa negeri Mesir dan raja Karangkulo sebagai penguasa negeri Tepas (Peter, 2016:1). Pada kesinian ini mempunyai karakter yang berbeda dari kedua tokoh tersebut memang tidak ditonjolkan secara nyata, tetapi disimbolkan dengan gambar Hanoman dan Dasamuka dalam rontek. Pemaknaan tersebut masih dipercaya oleh masyarakat karena Kemloko masih percaya dengan adat pada zaman dahulu kala yaitu cerita pewayangan, dimana isi cerita dan tokoh-tokohnya dianggap budaya yang sudah turun - temurun dari nenek moyang kita dan mempunyai kharisma, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mereka ( Mulyono, 1989 : 28) Sri Mulyono dalam bukunya berjudul Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang, menjelaskan bahwa mitos adalah cerita-cerita kuno yang isinya dianggap bertuah, berguna bagi kehidupan manusia, serta dipercaya dan dijunjung tinggi oleh pendukungnya dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Mulyono, 1989:28).
Jika dilihat sekilas oleh beberapa orang awam yang belum pernah menyaksikan tarian ini pasti mengira seperti Jaranan dan juga seperti Reog Ponorogo. Pertunjukan tari ini dulunya menurut Supangi berdurasi 2 jam hanya saja sekarang sudah mengalami pengikisan durasi menjadi 1 jam saja tanpa menghilangkan pakem gerakan asli. Seni pertunjukan tidaklah untuk kepentingannya sendiri (seni untuk seni), tetapi kesenian itu baru dapat berarti atau bermakna apabila diamati atau mendapatkan respons dari penonton (Hadi, 2012:109). Saat ini secara bertahap tarian ini kembali dikenalkan kepada khalayak yang lebih luas, dan masyarakat mulai menyadari bahwa tari Reog Bulkiyo merupakan kesenian asli Kabupaten Blitar dan bukan yang lain. Kesenian yang lahir di lingkungan masyarakat jika tidak dikembangkan atau tidak ada yang mewarisi pasti akan punah atau hilang diperadaban hingga nanti sudah tidak ada yang tahu akan kesenian tersebut. Berangkat dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti kesenian Reog Bulkiyo, sebagai usaha untuk perkembangan kesenian Reog Bulkiyo di Desa Kemloko Kabupaten Blitar dari kajian teks dan konteks dari tahun 2015-sekarang.
Pemaknaan Tari Reog Bulkiyo menggunakan etnokoreologi dengan mengupas tari ini secara tekstual dan kontekstual sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tarian ini berasal dari sebuah daerah yang memiliki sejarah panjang di masa Majapahit sebagai daerah persinggahan. Sehingga banyak peninggalan Majapahit yang memiliki histori tentang hegemoni Majapahit. Kisah berikutnya dimulai pada penjajahan Belanda, dimana daerah Blitar menjadi daerah pelarian warga Mataram yang terjajah oleh Belanda. Warga Mataram yang ada di Blitar khususnya di Desa Kemloko Kecamatan Nglegok membuat sebuah pemukiman sesuai budaya Mataram. Demi membela negara dari penjajahan mereka membuat sebuah kesenian yang merupakan alat propaganda terhadap Belanda. Kesenian ini merupakan sebuah media latihan perang untuk mengelabui pihak penjajah. Sejarah, gerak tari, tata busana. Properti, pola lantai hingga musik dari tari ini menggambarkan bahwa tari ini mengandung nilai patriotisme yang kuat. Sebuah tarian yang mengandung nilai-nilai perjuangan, kepemimpinan, kesetiakawanan, kerja keras dan sikap bela negara yang tinggi yakni melindungi bangsa dan negara dari penjajahan. Nilai-nilai yang telah didapat di atas kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran Tari Reog Bulkiyo di SD Negeri Sumber 03 Kabupaten Blitar.
Nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Tari Reog Bulkiyo kemudian ditanamkan kepada peserta didik di SD Negeri Sumber 03 Kabupaten Blitar pada umumnya masih dalam tahap pengenalan dan pemahaman diri. Nilai-nilai patriotisme ini ditanamkan melalui proses kreatif yang bersumber pada Tari Reog Bulkiyo. Penanaman nilai patriotisme ini berlangsung selama proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik di SD Negeri Sumber 03 Kabupaten Blitar menjadi lebih berani dalam berpendapat. Selain itu, memiliki jiwa pemimpin yang kuat dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Ketepatan waktu dalam latihan, proses yang tidak membuat mereka jenuh. Rasa kesetiakawanan pun terlihat dengan sikap mereka yang saling mengingatkan teman apabila melakukan kesalahan