Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh aparat keamanan di Papua baik TNI maupun Polri terus digaungkan oleh kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi mengatasnamakan kemerdekaan Papua, yakni Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP) yakni Organisasi Papua Merdeka (OPM) Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sayap militer Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), sayap politik luar negeri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Berbagai media mereka gunakan untuk memBlow Up isu tersebut. Media pro pergerakan mereka terus memuat berita-berita sepihak berupa pelanggaran HAM yang dilakaukan TNI-Polri di Papua dengan penuh kebohongan karena dirasa masih ampuh dan efektif untuk menarik simpati agar Papua merdeka dengan dalih kepentingan rakyat.
Berita kebohongan publik mengatasnamakan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan (TNI/Polri) terus disebarkan, diantaranya kekerasan terhadap warga sipil, pembantaian, penangkapan terhadap orang Papua, penyiksaan masyarakat adat, kekerasan terhadap anak-anak dan banyak lagi. Beberapa hari lalu salah satu media memuat pernyataan juru Bicara Nasional Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB) Ones Suhuniap yang mengatakan bahwa selama enam tahun belakangan ini Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI melangsungkan kekerasan berbasis rasisme terhadap rakyat sipil Papua.
Ones Suhuniap mengatakan bahwa rakyat sipil biasa, pegawai negeri, pekerja swasta para pendeta atau hamba Tuhan, guru-guru, tenaga medis, kepala desa dan anak sekolah pun menjadi korban penembakan baik orang asli Papua maupun non Papua. Namun yang banyak korban penembakan adalah orang asli Papua dengan tuduhan TPNPB dan OPM separatis, GPK, KKB, KST dan level atau stigma lain yang selalu dialamatkan kepada orang asli Papua oleh TNI/Polri. Yang masih segar terjadi baru-baru ini yaitu dituduhkan terhadap aparat TNI Polri membunuh 4 warga Sipil di Fakfak dan 5 Rakyat sipil di Yahukimo.
Pada kenyataannya, semua itu hanyalah propaganda saja, agar banyak yang bersimpati terhadap aksi mereka. Semua cerita mereka hanya kebohongan, omong kosong serta hanya isu-isu belaka. Tidaklah benar jika selama ini aparat atau penegak hukum (TNI/Polri) melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM yang mereka sampaikan. Justru sebaliknya, mereka telah memutar balikkan fakta, telah banyak korban yang diakibatkan oleh ulah mereka selama ini. Kenyataannya, merekalah yang selama ini telah melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM dan mengkambing hitamkan TNI/Polri.
Sungguh biadab aksi-aksi kekerasan mereka hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Aksi kekerasan mereka tidak lagi memikirkan rasa kemanusiaan, tidak mengenal Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka melakukan perampokan, pencurian, menyandera, penganiyayan, hingga pemerkosaan. Merekapun tega membakar sarana pendidikan, rumah sakit dan rumah-rumah warga tanpa belas kasihan, bahkan tega menembaki dan membunuh tenaga medis yang sedang melakukan misi kemanusiaan.
Beberapa pekan lalu, tepatnya Selasa 29 Agustus 2023, viral di media sosial pernyataan TPNPB telah menghabisi secara kejam hingga meninggal aktivis kemanusian Michelle Kurisi Doga (cucu Kepala Suku Silo) di bilangan Jalan Kimbim Wamena, Provinsi Papua Pegunungan. Mereka menudingan Michelle sebagai agen intelijen negara. Padahal sesungguhnya Michelle merupakan seorang aktivis kemanusiaan asli Papua yang banyak dikenal masyarakat dan para tokoh karena kepeduliannya terhadap perempuan dan anak-anak di pelosok-pelosok Papua. Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Frits Ramandey memastikan kasus kematian aktivis Papua Michelle Kurisi Ndoga masuk dalam kategori pelanggaran HAM.
Pemutar balikan fakta terbaru mereka lakukan terhadap aparat TNI Polri yaitu peristiwa di Fakfak dan Yahukimo, mereka mengatakan bahwa TNI/Polri telah membunuh warga Sipil di Fakfak dan 5 Rakyat sipil di Yahukimo. Padahal kenyataanya yang terbunuh bukanlah warga sipil tetapi Kelompok Separatis Teroris Papua (KSTP) dari kelompok Yotam Bugiangge, hal tersebut dibuktikan jelas oleh aparat diantaranya foto hasil tangkapan drone dimana terlihat beberapa orang membawa senjata api laras panjang tengah melintas di sungai Braza dan sebagian lagi keluar masuk gubuk di pinggiran sungai. Kemudian kelompok tersebut melakukan penembakan ke arah aparat yang kemudian terjadi baku tembak. Akibat baku tembak tersebut 4 orang KKB meninggal di tempat. Sementara yang lainya berhamburan menyelamatkan diri sambil membawa kabur senjata rekannya yang sudah tewas. Hasil penyisisiran ditemukan 1 magazen jenis SS1, 1 magazen jenis HK-47 dengan 4 butir amunisi di magazen SS1, 1 unit HT Merk Hitachi beserta charger, 5 buah unit handphone, kartu BPJS atas nama Marnus Elopere dan Kartu Keluarga Sejahtera atas nama Yoel Giban.
Bila kita cermati, isu pelanggaran HAM oleh aparat TNI/Polri yang mereka gaungkan justru pelakunya adalah mereka sendiri. Berbeda halnya jika aparat terpaksa harus menembaki mereka karena tidak bisa diajak damai secara persuasif, itu bukanlah pelanggaran HAM karena mereka bersenjata dan mengancam keamanan masyarakat dan aparat. Justru, tindakan mereka yang mengancam keamanan masyarakat dan aparat, terlebih bersenjata dan melakukan penembakan hingga pembunuhan baik masyarakat maupun aparat, itulah yang nyata-nyata sebagai pelanggar HAM.
Aksi teror yang mereka lakukan selama ini sangat merugikan masyarat dan berdampak terhadap kemajuan tanah Papua. Selama ini mereka bukan saja melakukan teror terhadap masyarakat, tetapi mereka juga sering melakukan teror terhadap perusahaan-perusahaan dan pembangunan infrastuktur di Papua, seperti pembakaran kantor PT. Bumi Infrastruktur, pembantaian pekerja tower BTS 3, penembakan terhadap pekerja proyek jalan Trans Papua, penembakan pesawat terbang Trigana Air PK YSC B 373-500 dan aksi teror yang mengundang perhatian banyak pihak belakangan ini adalah penyanderaan pilot Susi Air, Captain Phillip Marthens yang berkewarganegaraan Selandia Baru oleh TPNPB-OPM dibawah pimpinan Egianus Kogoya yang hingga saat ini belum juga dilepaskan. Frits Ramandey mengatakan bahwa penyanderaan yang sudah lebih dari tiga bulan itu sudah melanggar HAM.
Gerakan yang mereka gaungkan berkedok atas nama rakyat Papua dengan janji-janji keadilan bagi rakyat Papua dan memperjuangkan hak-hak rakyat Papua, justru pada kenyataannya selama ini telah menyengsarakan rakyat Papua, telah banyak rakyat Papua yang menjadi korban kekejian mereka. Lebih tepatnya kelompok-kelompok tersebut adalah gerombolan yang ingin menguasai Papua tanpa mengedepankan nilai-nilai kemanusaiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H