Lihat ke Halaman Asli

MUI, Reuni 212 Tidak Penting

Diperbarui: 30 November 2018   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : panjimas.com/di sunting oleh penulis

Banyak ulama yang berkomentar menanggapi Reuni 212. Para ulama itu rata-rata menyatakan bahwa Reuni 212 tidak relevan lagi.

Begitu juga dengan pendapat dari Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi. Menurutnya rencana Reuni 212 yang akan digelar pada Minggu (2/12) itu sudah tak penting lagi. Aksi itu sudah terang mengarah ke aktivitas politis.

Karenanya, sebaiknya masyarakat perlu diajak berpikir rasional dalam memilih pemimpin. Masyarakat harus diberikan penyadaran bahwa pemimpin nasional yang terpilih harus memiliki program kesejahteraan masyarakat.

Pemimpin itu harus jujur dan memiliki kesederhanaan. Serta, telah teruji rekam jejaknya.

Penggunaan simbol agama dan isu SARA pada tahun politik, apalagi untuk menyudutkan lawan, hingga muncul narasi bahwa lawan politik itu adalah musuh agama, merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Terutama bagi bangunan bangsa Indonesia.

Oleh karenanya, Ketua MUI ini mengajak setiap pihak untuk jangan memproduksi wacana seperti itu. Kita ini saudara sebangsa-setanah air.

Yang jelas MUI tidak mengenal istilah organisasi atau Reuni 212. Kedua itu tak ada kaitannya.

Oleh karena itu, umat jangan diajak ke arah provokasi politik yang tidak rasional, seolah-olah sedang memperjuangkan agama. Padahal hakikatnya hanyalah untuk kepentingan politik praktis jangka pendek.

Pendapat Ketua MUI tersebut juga selaras dengan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, A Bakir Ihsan. Menurutnya Reuni 212 memang dimaksudkan untuk kepentingan politik dan digunakan untuk menegasikan sesama muslim karena perbedaan politik.

Seperti wacana, 'mereka yang ikut golongan 212 berarti pembela Islam, sedangkan yang tidak ikut dan mendukung capres lain, maka musuh agama'. Ini tentu saja tidak benar.

Islam itu pada dasarnya adalah universal dan rahmatan lil 'alamin. Maka tak bisa disempitkan hanya karena perbedaan politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline