Lihat ke Halaman Asli

Washinton Dedy

Orang awam

KPU Terkontaminasi Kepentingan Politik, Ancaman Serius Masa Depan (Politik) Bangsa

Diperbarui: 22 April 2016   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

       [caption caption="KPU"][/caption]Sulit untuk mengatakan bahwa t idak ada upaya  sistematis  menjegal Ahok agar bisa maju dalam Pilgub DKI Jakarta pada tahun 2017 mendatang .  Mulai dari syarat penambahan  persentasi  suara  jalur independen,  hingga yang teranyar, ulah  KPU “hampir” menerapkan aturan  lembar dukungan bermeterai 6000 untuk setiap calon pemilih.   KPU coba bermain api, namun  nyalinya ciut ketika uji publik dilakukan, mayoritas  masyarakat tidak setuju dengan  manuver KPU tersebut.

Insiden meterai  6000 ini membuktikan wajah KPU Indonesia yang tidak netral, sangat mengganggu   nurani dan nalar politik rakyat.  Saya tidak ingin terjebak dalam fanatisme sempit bahwa Ahok selalu benar dan yang menjadi  lawan Ahok selalu salah, namun tidak konsistennya KPU dalam  menerapkan aturan menjadi indikasi nyata bahwa KPU  memang bermain politik dan tidak kredibel mengurus masa depan bangsa  ini. Terlalu naif jika KPU beralasan bahwa mereka sedang memperbaiki aturan , kog waktunya last minute dan kenapa baru sekarang di saat orang tengah berjuang mati-matian untuk mengumpulkan dukungan?

Bisa dipastikan, para pengikut setia Ahok akan golput jika KPU berani  menerapkan aturan neyeleneh ini .  Nyeleneh karena belum apa-apa seorang calon independen untuk wilayah DKI sudah mengeluarkan uang 6 milyar.  Tentu ini akan  memperbesar kemungkinan kepala daerah untuk korupsi karena biaya politik yang terlalu tinggi dan tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.   Seandainya pendukung Ahok golput, sangat  tragis jika   nasib pilkada ibukota Indonesia sama seperti Pilkada Medan, yang melahirkan pemimpin dengan legitimasi rendah karena persentasi pemilih kurang dari 30 %.  Harusnya KPU bisa melihat euforia perubahan yang di inginkan rakyat yang menginginkan lahirnya pemimpin yang bebas dari kepentingan sekelompok elit politik tertentu.   Terlalu mahal harga yang harus dibayar jika KPU berani melawan arus dengan ikut berpolitik praktis.

Walau  insiden meterai 6000 ini masih coba-coba, namun harus dicermati secara serius, bahwa KPU kita sedang ber masalah, dan kita perlu siaga 1  mengawal proses berdemokrasi agar panitia penyelenggara pemilu ini bisa jujur dan adil dalam melaksanakan tugasnya.  Sekali lagi, ini ancaman serius bagi demokrasi kita!  Oknum di KPU bisa menghancurkan kredibilitas lembaganya. Jangan sampai KPU bernasib sama seperti BPK RI, yang diragukan  kinerjanya karena kasus Panama Papersnya sang ketua, apalagi ia seorang politisi yang semakin menambah kecurigaan publik padanya. 

KPU perlu disehatkan, supaya tidak ada lagi kepala daerah pecandu narkoba yang bisa lolos verifkasi dan menjadi pemimpin daerah.  Atau bisa dibeli oleh calon kepala daerah dan calon anggota legislatif berduit untuk meloloskannya menjadi orang yang akan diciduk KPK dikemudian hari.  Apalagi mengutak-atik aturan main yang menutup pintu hak politik orang yang ingin bertanding melalui jalur perseorangandi seluruh Indonesia.  Bayangkan orang setenar Ahok (yang se Indonesia kenal dia karena tiap hari nongol di TV) pun sudah pasrah jika aturan nyeleneh itu diberlakukan. 

Bagi saya, lembaga KPU harus diselamatkan, jika kita ingin melihat hasil pemilu yang lebih baik di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline