Selasa, 12 Mei 1998, merupakan hari yang tak akan pernah dilupakan. Tidak hanya bagi warga Kampus Universitas Trisakti, melaikan bagi rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa dalam memperjuangkan perubahan. Hari itu, darah tertumpah dan kemarahan meledak menjadi tragedi yang tak pernah dibayangkan.
Tak ada yang menginginkan jatuhnya korban jiwa dalam Tragedi Trisakti itu, tetapi sejarah juga mencatat bahwa apa yang terjadi di kampus Trisakti pada hari itu telah mengubah banyak tatanan. Jatuhnya rezim yang berkuasa dan bergantinya sistem politik adalah dampak yang dipicu peristiwa 19 tahun lalu tersebut.
"Aksi Tanpa Cela"
Aksi di Kampus Trisakti pada Selasa, 12 Mei 1998 dimulai sekitar pukul 11:00 WIB. Bertempat di Gedung Syarif Thayeb, ribuan mahasiswa bersama sejumlah dosen, pegawai, dan alumni berkumpul untuk mengikuti mimbar bebas. Pada saat itu, semua mahasiswa masih terkonsentrasi di dalam areal kampus.
Aksi mimbar bebas diawali dengan penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama peserta aksi. Tak lupa mereka mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi negara yang tengah dalam kesulitan.
Aksi berlanjut dengan mendengarkan orasi dari dosen dan mahasiswa. Pada saat bersamaan, aparat keamanan mulai terlihat di jalan layang di luar kampus. Sementara, di dalam area kampus, rencana untuk mulai bergerak ke luar kampus terus dimatangkan.
Menjelang pukul 13:00 WIB, massa mahasiswa mulai keluar dari gerabang kampus. Mereka berjalan perlahan dan teratur dengan tujuan Gedung DPR-MPR di kawasan Senayan.
Namun, aksi mereka di tahan aparat di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat atau sekitar 300 meter dari Kampus Trisakti. Dua baris aparat bertameng lengkap membuat mahasiswa tak dapat meneruskan perjalanan.
Beberapa perwakilan senat Mahasiswa Universitas Trisakti kemudian bernegosiasi dengan Pihak Komando Distrik Militer Jakarta Barat dan Kepolisian Resor Jakarta Barat. Hasilnya, pihak aparat tegas menolak aksi mahasiswa karena dikhawatirkan bakal membuat kemacetan dan gangguan keamanan.
Mahasiswa jelas kecewa dengan hasil negosiasi tersebut dan tetap mendesak untuk melanjutkan perjalana. Sementara itu, aparat keamanan terus memperkuat diri. Empat truk pasukan pengendali massa terlihat datang di lokasi tertahannya rombongan mahasiswa mahasiswa Trisakti.
Merasa tak ada lagi pilihan, mahasiswa akhirnya menggelar mimbar bebas di depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Melalui pengeras suara, Dekan Fakultas Hukum Trisakti Adi Andojo meminta agar mahasiswa menjaga keamanan dan tidak berbuat anarki.