Oleh
DELPI SUSANTI
CANDIDAT DOKTOR S3 ADMINISTRASI PUBLIK
Maraknya pemberitaan dalam sebulan terakir ini terhadap isu Perizinan yaitu Nomor Induk Berusaha adanya Joker Poker PUB dan KTV tak hanya mengundang sasaran para pemangku kebijakan, terkhusus pemerintahan provinsi Riau dan Pemerintahan Kota Pekanbaru. Akan tetapi, ini juga mengundang para cendekiawan untuk mampu melihat dan meninjau bagaimana perizinan itu di peruntukan sehingga munculnya usaha-usaha seperti Joker Poker PUB dan KTV yang berlokasikan di Kecamatan Binawidya Kota Pekanbaru.
Munculnya asumsi-asumsi, opini-opini negatif inipun berpengalaman pada tempat-tempat berusaha yang sebelum-sebelumnya ada di kota pekanbaru ini yang senyatanya kemanfaatannya jauh dari pada faedah kebaikan yang berdampak kepada masyarakat lingkungan atau evironment sekitar. Maka secara filsafat sisi untuk sisi ontologi apa sebenarnya kebutuhan yang diperlukan masyarakat terkait hiburan ? atau tidak butuh sama sekali, dan secara aksiologinya maka perlu tinjauan dasar kebutuhan masyarakat, yang pertanyaanya adalah apakah benar JP ini akan berdampak negatif terhadap masyarakat?
Kehadiran Joker Poker PUB dan KTV ini juga mempertanyakan keberadaan Pemerintah Provinsi melalui dinas terkait dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang memverifikasi berkas perizinan yang mesti ditinjau terkait tata ruang, maupun persetujuan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana yang tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pertanyaanya jika ditinjau secara filsafat sudahkah secara epistemologi pelaksanaan implementasinya dijalankan DPMPSP Provinsi Riau?
Selanjutnya ditambah pula dengan kemudahan akses berusaha yang sekarang ini perizinannya dikeluarkan secara online yaitu Lahirnya Undang-undang No. 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk mendukung dan memberikan kemudahan para pelaku usaha dalam membangun usaha.
Sinyalir dengan itu sebagai akses jalan untuk pelaku usaha maka ini didukung dengan adanya peraturan pemerintah Nomor 7 tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi usaha mikro kecil dan menengah, yang harus didaftarkan melalui Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementrian Hukum dan Ham RI. Perntanyaannya masih seputar filsafat kali ini apakah secara aksiologi keberadaan kebijakan ini memberikan manfaat terhadap masyarakat ?
Agar tidak terjadi mis komunikasi, mis pemahaman antara masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah yang berwenang pentingnya penyamaan persepsi sehingga butiran point pertanyaan diatas harus mampu dijawab dan ditanggapi dengan cepat baik oleh pemerintah pusat, pemerintahan provinsi riau, dan pemerintahan kota pekanbaru itu sendiri sebagai pemangku kebijakan dilingkungan JP yang akan beroperasional dengan mempertimbangkan asas ketepatan dalam evaluasi sebuah kebijakan dimana untuk menilai sebuah kebijakan maka salah satu indikator evaluasi adalah ketepatan (Dunn 2013).
Disini kita akan coba melirik susunan peraturan yang melegalkan terkait Izin Berusaha tersebut.