Lihat ke Halaman Asli

Delly Sape

mahasiswi

Sekolah Adat Arus Kualan di Kalimantan Barat Adakan Program "Foraging Class" atau Kelas Meramu Tradisional Berbasis Karifan Lokal

Diperbarui: 3 Juni 2023   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah Adat Arus Kualan/Dokpri

Sekolah adat Arus Kualan, Kalimantan Barat berkolaborasi dengan Kedutaan besar Amerika Serikat melalui YSEALI Seed Grant 2023 melaksanakan program "Foraging Class" yang merupakan kelas pembelajaran meramu secara tradisional di sekolah adat Arus Kualan sebagai wadah transmisi pengetahuan tentang sumber daya alam dari tetua adat kepada generasi muda suku Dayak. Sumber daya tersebut berupa sayur, buah, rempah-rempah dan tanaman obat tradisional. Program ini menjadi penting untuk dilaksanakan mengingat bahwa pulau Kalimantan memiliki kekayaan alam yang melimpah.

Kegiatan tersebut berlangsung dari Jumat 26 - 28 Mei 2023 bertempat di Dusun Kelipor, Desa Paoh Concong, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Peserta kegiatan merupakan anak-anak yang berusia 6-17 tahun perwakilan dari 4 cabang Sekolah Adat Arus Kualan dengan jumlah  50 peserta . Adapun 4 Sekolah Adat tersebut antara lain, Sekolah Adat Arus Kualan Tahak, Sekolah Adat Arus kualan Sungi Bansi, Sekolah Adat Arus Kualan Kelipor dan Sekolah Adat Arus kualan Sungi banjur.

Kepala Program yang juga merupakan Founder dari Sekolah Adat arus kualan, Plorentina Dessy mengatakan kegiatan tersebut bertujuan untuk membawa anak-anak sekolah Adat ntuk mempelajari kembali  tentang tumbuhan hutan yang di jadikan makanan, obat serta bumbubu. Pengetahuan tersebut di ajarkan lansung oleh para tetua adat melalui program "foraging class" membawa generasi muda Adat untuk tetap melestarikan hutan, pengetahuan tradisional dan kearifan lokal mereka.

Adapun materi yang diberikan  pada hari pertama program  antara lain pemaparan materi dari guru Sekolah adat yaitu kakek dan nenek yang menggunakan tumbuh-tumbuhan dan obat-obatan tradisional sebagai medianya.  selanjutnya mereka di dibagi menjadi beebrapa kelompok lalu pergi bersama  ke hutan untuk belajar lansung tentang makanan hutan, sayuran,bumbu dan obat-obat herbal. Anak-anak mencatat apa yang sudah di beri tahu oleh guru, lalu mengambil sampel tumbuhan tersebut.   Sepulang dari hutan, anak-anak diajak untuk menyusun data yang mereka dapatkan, dalam sebuah kertas plano, yaitu dengan menempelkan sempel tumbuhan lalu memberikan nama dan fungsinya, setelah itu masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajar mereka kepada teman-teman lain. 

Hasil materi tumbuh-tumbuhan hutan yang di buat oleh anak-anak/Dokpri

Pada hari kedua anak-anak melakukan diskusi dengan metode warung kopi dunia, dimana masing-masing koordinator Sekolah Adat mendampingi kelompok untuk memandu diskusi tersebut.  Dalam diskusi itu anak-anak di ajak untuk meracik kopi yang di mana kopi yang di maksud adalah biji dari pikir  mereka dengan di bagikan beberapa  pertanyaan kunci anak-anak menguraikan jawaban mereka dengan sangat serius dan semangat. Setelah diskusi tersebut kempok lain boleh mencicipi  (mendengarkan) racikan kopi dari kelompok lain. Pada akhir diskusi, anak-anak selanjutnya memptesentasikan hasil diskusi  kepada teman-teman  lain.

Narasumber pada kegiatan " Foraging class"   adalah tetua adat yang memiliki kemampuan dan ahli dalam pengenalan obat-obatan tradisional. Mereka adalah Kakek Kayan (tetua kampung), nenek Yakunda (Tabib) dan Kakek Atum (kepala adat).

Narasumber Tetua Adat melakukan pemaparan materi/Dokpri

Salah satu peserta kegiatan tersebut mengaku sangat senang mengikuti "Foraging class"  karena dengan adanya program tersebut mereka dapat membuka wawasan, pikiran dan gagasan yang mereka miliki. " Bagi kami para generasi muda suku Dayak, menjaga hutan itu sangat penting karena di hutan banyak sayuran, obat tradisional dan udara segar. Selain itu menjaga hutan juga agar  tidak di ambil orang dan tidak di gusur.  Saya juga sangat beruntung karena bisa belajar  pengetahuan tradisonal bersama orangtua yang paham tentang hutan, adat, budaya dan kearifan lokal" ungkap Selsi .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline