Lihat ke Halaman Asli

Jebakan Uang Plastik

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428374970248099449

[caption id="attachment_408290" align="aligncenter" width="624" caption="Sumber: Bank Indonesia"][/caption]

Minggu sore saya dan keluarga jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan baru di Jakarta. Setelah lama berjalan, perut pun lapar. Pilihan jatuh ke food court yang menyajikan bermacam-macam makanan. Setelah melihat-lihat, pilihan jatuh pada menu aneka ikan.

Ternyata food court ini menerapkan "uang plastik" sebagai alat pembayaran. Saya lupa sekali untuk memeriksa sebelumnya. Saya memang tidak suka dengan sistem pembayaran seperti ini. Berhubung sudah memesan, terpaksa saya menukar uang dengan uang plastik. Pilihannya ada dua, bisa menggunakan uang cash dan debit. Jika menukar dengan uang cash, sisa pembelian bisa dikembalikan. Jika dengan debit tidak di-refund.

Akhirnya saya menukar 100 ribu menggunakan debit dan 50 ribu uang cash. Perhitungannya makan sekitar 100 ribu dan 50 ribu buat jaga-jaga kalo kurang. Ternyata, pesanan kami menghabiskan sekitar 76 ribu rupiah. Masih ada sekitar 13 ribu. Saya pun mencari makanan yang seharga itu.

Saya tertarik dengan es selendang mayang yang harganya 15 ribu. Lalu saya bayar dengan menggunakan dua kartu. Maksudnya, sisa uang yang 13 ribu ditambah uang plastik 50 ribu yang belum terpakai. Kasir ternyata menolak dan mengatakan tidak bisa. Artinya, harus mencari makanan lain yang harganya maksimal 13 ribu.  Karena tidak bisa akhirnya saya tidak jadi pesan.

Saat menukarkan sisa uang plastik yang 50 ribu, ternyata kasir es selendang mayang tetap mengurangi kartu saya padahal saya tidak jadi ambil pesanan. Untungnya setelah mendengar penjelasan saya, staf yang bertugas di penukaran uang bisa memahami dan mengembalikan uang secara utu.

Melalui tulisan ini saya ingin mengkritisi sistem pembayaran uang plastik ini. Mungkin terlihat modern, tapi justru penerapannya membuat pembeli rugi:

- Pembeli harus menukar uang dan antre di penukaran uang

- Pembeli harus menggunakan uang cash jika ingin sisa uang kembali. Tidak efektif karena apa gunanya kartu debit

- Pembeli yang tidak memiliki uang cash, siap-siap rugi karena sisa uang tidak bisa dikembalikan

Jika untuk konsumen konsep ini merugikan, bagi pemilik tempat yang menerapkan konsep ini justru menguntungkan. Konsumen bisa saja memilih tempat lain yang menggunakan metode pembayaran langsung atau debit tapi ada juga konsumen yang terpaksa mengikuti aturan ini karena alasan masing-masing. Bagi pengusaha yang menerapkan konsep ini mereka menyebutnya sebagai peluang tapi ini sebuah jebakan kapitalis lain bagi konsumen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline