Film seringkali mencerminkan kondisi sosial masyarakat pada suatu masa, seperti halnya film yang berjudul You and I. Film dokumenter karya Fanny Chotimah ini mendokumentasikan keseharian Kaminah dan Kusdalini yang penuh kehangatan dan kesederhanaan. Dua wanita berusia senja ini merupakan penyintas tragedi 1965 yang telah bersahabat dan hidup bersama selama berpuluh-puluh tahun.
Semasa muda, mereka bergabung dalam paduan suara organisasi Pemuda Rakyat. Konflik sosial-politik yang terjadi pada tahun 1965 telah memaksa mereka untuk mendekam dibalik jeruji besi. Kaminah yang saat itu masih menjalani pendidikan tahun kedua di Sekolah Menengah Pertama harus rela kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan karena Ia dipenjara selama tujuh tahun lamanya, sedangkan Kaminah menjalani masa tahanan selama dua tahun.
Stigma “Jahat” yang Terlanjur Melekat
Bebas dari penjara bukanlah akhir dari penderitaan mereka. Kaminah, harus merasakan pedih ketika kehadirannya tidak diterima lagi ditengah keluarganya. Ia pun kemudian tinggal bersama Kusdalini dan neneknya. Stigma mantan tahanan politik (tapol) yang melekat kuat di dalam diri mereka sangat menghambat ruang gerak dan merampas hak hidup sebagai warga negara.
Melanjutkan pendidikan, bekerja, bahkan untuk berkeluarga merupakan angan-angan yang harus mereka kubur dalam-dalam. Untuk dapat melanjutkan hidup di hari tuanya, mereka hanya dapat mengandalkan hasil penjualan kerupuknya yang dititipkan di warung-warung sekitar tempat tinggal mereka.
Susah, Senang, Setia
Kaminah dan Kusdalini hidup di sebuah rumah yang sangat sederhana. Tampak luar dan seisi rumah terlihat sangat usang. Sebagian atapnya pun sudah rusak, sehingga mengakibatkan air hujan masuk kedalam ruangan rumah mereka.
Bagaimanapun kondisinya, rumah tersebut telah menjadi saksi bisu dalam kehidupan mereka –melihatnya menua bersama. Dinding-dinding yang lapuk dimakan usia itu mungkin telah banyak merekam tangis dan tawa mereka selama puluhan tahun.
Guyonan antara mereka sesekali dimunculkan, cukup untuk menghangatkan hati orang yang melihatnya. Jika berbicara tentang kondisi fisik mereka, dapat terlihat bahwa Kaminah memiliki kondisi yang sedikit lebih baik dibanding Kusdalini. Kaminah –yang berusia lebih muda empat tahun dibanding Kusdalini –dengan begitu sabar dan perhatian merawat sahabatnya itu.
Menyuapi, memakaikan salep di kakinya, dan meminuminya obat. Kusdalini mengalami demensia dan sakit pada bagian kakinya, yang menyebabkan langkahnya sangat terbatas.
Tak hanya itu, pendengarannya juga kian menurun, sehingga seringkali Kaminah perlu mengulang pertanyaan atau pernyataan yang Ia sampaikan. Meski begitu, mereka tetap saling menjaga dan menguatkan satu sama lain. Kuatnya tali persahabatan –atau bahkan lebih dari itu; persaudaraan—antara Kaminah dan Kusdalini disoroti secara intim dalam film ini.