Lihat ke Halaman Asli

Dela melysa

Mahasiswa

Viral Baru-Baru Ini Calon Bupati Mujesi Kampanye Bawa-Bawa Nama Nabi?

Diperbarui: 15 November 2024   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada Kabupaten Mujesi yang digelar baru-baru ini, salah satu isu yang mencuat adalah kampanye salah satu calon bupati  bernama Elfianah dengan nomor urut 2 ,yang menggunakan nama Nabi Muhammad sebagai bagian dari strategi politiknya. Isu ini telah memicu perdebatan publik yang cukup hangat, mengingat bahwa penggunaan simbol agama dalam politik selalu menjadi topik sensitif di banyak negara, termasuk Indonesia. Banyak pihak yang merasa bahwa pengutipan nama Nabi Muhammad dalam konteks politik dapat dimanfaatkan untuk menarik simpati pemilih yang religius, terutama dalam wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim. Beberapa kalangan juga melihat ini sebagai bentuk eksploitasi agama untuk kepentingan politik pribadi, tentunya ini sangat di sayangkan.

Reaksi terhadap penggunaan nama Nabi Muhammad dalam kampanye politik ini sangat beragam. Kelompok yang mendukung calon tersebut berargumen bahwa hal itu adalah bentuk penghormatan dan ingin menegaskan bahwa pemimpin yang baik harus meneladani akhlak Nabi Muhammad, yang dikenal dengan sifatnya yang adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang terhadap rakyat. Namun, banyak pihak yang mengkritik keras tindakan tersebut. Mereka berpendapat bahwa mengaitkan politik dengan agama dapat mengarah pada politisasi agama, yang dapat memecah belah masyarakat dan merusak keharmonisan. Beberapa tokoh agama dan pemimpin masyarakat setempat juga menekankan pentingnya menjaga agar agama tidak digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan politik.

Dari segi hukum, meskipun tidak ada regulasi yang secara eksplisit melarang penggunaan simbol agama dalam kampanye politik, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) sering kali menekankan bahwa kampanye politik harus tetap berada dalam koridor etika dan tidak mengandung unsur yang dapat menimbulkan perpecahan atau kebencian antar kelompok. Di sisi lain, dari perspektif etika politik, penggunaan nama atau simbol agama dalam kampanye seharusnya harus dengan bijak dan penuh tanggung jawab.

 Kampanye politik yang melibatkan agama harus mempertimbangkan keberagaman dan sensitivitas masyarakat untuk menghindari polarisasi sosial yang bisa berbahaya. Pemimpin politik seharusnya menonjolkan kualitas kepemimpinan yang mumpuni, bukan semata-mata menggunakan agama untuk tujuan pribadi. Oleh karena itu masyarakat diharapkan bisa lebih kritis dalam menilai setiap calon pemimpin, agar pilihan mereka didasarkan pada visi dan misi yang nyata dan bukan pada hal yang dapat memecah belah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline