Lihat ke Halaman Asli

Hendra Mahyudhy

Deliriumsunyi

Ku Kira Negeri Ini Berbalut Embun, Ternyata Jerebu dari Lahan dan Hutan yang Terbakar

Diperbarui: 16 September 2019   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Seorang teman di group sesama wartawan tiba-tiba berkelakar, "kukira embun ternyata kabut (jerabu)" tulisnya semberi melempar emoticon bersenyum lebar dalam caption foto yang diambilnya dari Bukit Senyum, Kampung Seraya, Batam.

Sementara sang teman berkelakar, saat itu aku perhatikan jam di HP pukul 12:30 WIB, Sabtu (14/9/2019) siang, dan suasana terlihat seperti pagi dengan kabut asap yang terus pekat menghiasi langit madani. "Mungkin matahari enggan menampilkan senyumnya yang hangat di Kota Batam yang mulai dikerubungi asap ini", gumamku.

Seketika kucoba membuka WhatsApp dan mengirim pesan di kolom chat yang ditujukan kepada Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Hang Nadim Batam, bernama Suratman. Informasi yang ia berikan menyatakan, bahwa sebenarnya sudah beberapa hari ini langit Batam diselimuti jerabu, hanya saja masih tipis-tipis, hingga kemudian dalam 3 hari belakangan ini sudah mulai menebal.

Heran memang, persoalan asap ini merupakan problematika lama dalam kasus lingkungan hidup di Indonesia. Bahkan sumber dari World Resources Institute (WRI) Indonesia menyatakan selama beberapa dekade ini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah menjadi krisis lingkungan tahunan.

Di mana kondisi terparah adalah tahun 2015 silam, ketika kekeringan akibat El Nio panjang menggelorakan api di atas sekitar 2,6 juta hektar lahan yang terbakar kurun waktu bulan Juni dan Oktober 2015.

Kebakaran lahan gambut yang kaya karbon ini, saat itu membucah cemas jutaan orang di Asia Tenggara yang terpapar kabut beracun, yang setara dengan tiga kali lipat emisi gas rumah kaca tahunan di Indonesia.

Bagaimana dengan kebakaran tahun ini? Yang notabebenenya hingga ke Kota Batam sendiri langit telah terlihat murung, dan matahari pun turut urung muncul.

Hasil olah data Walhi sendiri, yang dikutip langsung oleh penulis dari lama Tirto.Id, kurun waktu Januari hingga awal minggu September 2019 ini tercatat 19.000 titik panas, 3500 lebih berada di kawasan konsesi, dan 8000 lebih di kawasan gambut, dan dalam hal ini investasi perusahaan ikut andil, sementara Presiden kita sedang sibuk update status di Twitter dan Facebook membentang karpet merah agar semua kementerian dan lembaga negara fokus pada penerimaan dan tidak menghambat investasi.

Lalu perihal langit Batam, apakah kita akan terus bisa tenang, tatkala jerabu kiriman Sumatera dan Kalimantan berdatangan dan lahan di Batam juga beberapa turut terbakar. Bahkan Suratman mengabarkan, ketika update status hotspot Sabtu (14/9) petang ini, yang dia update di group pewarta BMKG, "Ada kemungkinan asap dari Sumatera sebagian sudah menyeberang ke Batam dan sekitarnya," terangnya.

Ia pun memberi imbauan agar masyarakat turut peduli lingkungan, dan menegaskan untuk menjaga diri agar jangan sampai terjadi peristiwa kebakaran/pembakaran hutan/lahan yg merugikan kita semua, baik segi kesehatan maupun aktifitas transpotasi darat, laut, dan udara.

Meski begitu, Suratman masih sempat mengatakan, bahwa jarak pandang saat ini di Bandara Hang Nadim Batam berada dikisaran sekitar 4000 meter, yang ia sebut masih aman untuk transportasi darat dan udara. Sedangkan untuk transportasi laut agak mengkhawatirkan meski index pencemaran udara ia sebutkan masih masuk kategori 'sedang'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline