Konstantinopel adalah ibukota dari Byzantium, Romawi Timur sejak 330 Masehi hingga awal pertengah abad ke-15 yang didirikan oleh raja Byzantium Konstantin pertama. Konstantinopel adalah kota terpenting di dunia pada abad pertengahan karena memiliki lokasi yang strategis dan besar, sistem pertahanan yang sangat kuat, sistem ekonomi dan politik yang baik.
Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat. ''Ya Rasul, mana yang lebih dahulu jatuh ke tangan kaum Muslimin, Konstantinopel atau Romawi?'' Nabi menjawab,''Kota Heraklius (Konstantinopel)". (HR Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim). Dalam keterangan hadits tersebut menunjukkan bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kaum Muslim. Di hadits lain, Dari Abdullah bin Bisyr Al Ghonawi, ia berkata: Bapakku telah menceritakan kepadaku: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu".
Dari keterangan hadits tersebut, Muhammad Al- Fatih ingin membuktikan kebenaran hadits tersebut dengan ingin menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih adalah Sultan ke-7 dari Dinasti Ustmaniyah yang bernama Sultan Muhammad II yang lahir pada 1429 M/ 833 H. Pada usia 22 tahun, ia memimpin Dinasti Ustmaniyah dengan gelar Al-Fatih dan Abu-Khoirot setelah wafatnya sang Ayah yaitu Sultan Murad II.
Pada saat itu, Al-Fatih menjadi seorang pejabat di negara Mughnisiyah yang tidak pernah membaca sesuatu sehingga tidak dapat mengkhatamkan Al-Qur'an. Lalu ayahnya mengutus mengutus beberapa pengajar namun tidak berpengaruh sama sekali, hingga akhirnya Sultan Murad II mendengar ada seorang lelaku tang mempunyai keutamaan dan kecerdasan yang tinggi yaitu Al-Maula Al-Qurani. Lalu Sultan Murad II menjadikan ia sebagai guru bagi anaknya dan memberi alat pemukul serta memberi kewenangan untuk memukul anaknya jika tidak patuh.
Syekh Al-Qurani berusaha membentuk kepribadian Muhammad Al-Fatih dengan selalu mengilhamkan dua perkara semenjak kecil yaitu memperkuat barisan pasukan kekuasaan Ustmani dan Syekh Al-Qurani selalu mengilhamkan kepada Al-Fatih bahwa dirinya lah yang dimaksud dalam hadis Rasulullah bahwa "Konstantinopel akan ditaklukkan, rajanya adalah sebaik-baik raja dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Lalu dari situlah Al-Fatih ingin membuktikan kebenaran hadits tersebut dengan mempersiapkan segala hal."
Sultan Al-Fatih mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki pada pasukannya untuk persiapan menaklukkan Konstantinopel dengan membentuk pasukan Ustmani sebanyak 250.000 prajurit. Jumlah yang sangat besar pada waktu itu. Ia mempersiapkan segala strategi, senjata, dan menanamkan semangat juang kepada para prajuritnya dengan menggemakan pujian Rasulullah bahwa sebaik-baik pasukan adalah penakluk Konstantinopel. Al-Fatih terus berusaha menyempurnakan strategi perangnya untuk menembus pertahanan Konstantinopel dengan cara mengumpulkan informasi tentang Konstantinopel, menyiapkan peta-peta yang digunakan untuk mengepung Konstantinopel, membuat kapal-kapal dengan ukuran yang sangat besar, menyiapkan strategi-strategi militer yang luar biasa. Bahkan ada seorang ahli sejarah Byzantium mengungkapkan kekaguman mereka terhadap proses penaklukkan Konstantinopel oleh Al-Fatih dengan mengatakan "Kami tidak pernah melihat dan mendengarkan sebelumnya hal yang luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah permukaan tanah menjadi laut dan menyeberangkan kapal-kapalnya di atas puncak bukit sebagai pengganti gelombang lautan. Muhammad Al-Fatih benar-benar telah mengungguli Alexander The Great dengan apa yang ia lakukan ini."
Pada 28 Mei, pasukan melakukan berbagai persiapan dengan semakin lengkap. Dan Sultan Al-Fatih memanggil semua petinggi militernya, ia menyampaikan khutbah "Apabila penaklukkan Konstantinopel terwujud untuk kita, maka terbukti lah hadits Rasulullah dan salah satu kemukzizatanya kepada kita. Akan menjadi keberuntungan bagi kita mendapat penghormatan dan kemuliaan yang ada dalam hadits ini. Karenanya sampaikanlah kepada semua prajurit kita, satu per satu, bahwa kemenangan besar yang akan kita raih akan menambah kemuliaan dan keagungan Islam. Setiap prajurit harus meletakkan ajaran syariat agama kita di depan matanya. Jangan sampai ada seorang pun yang melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran-ajaran ini. Hindarilah gereja dan tempat-tempat ibadah, jangan sampai ada yang mengganggunya! Biarkanlah para pendeta dan orang-orang lemah tidak berdaya tidak ikut berperang!"
Singkatnya, Konstantinopel berhasil ditaklukkan oleh Al-Fatih dan pasukannya dengan perjuangan yang luar biasa. Hal ini adalah kemenangan terbesar umat Muslim pada saat itu hingga sekarang. Yang rasanya apabila kita mendengar nama Muhammad Al-Fatih adalah sosok pemimpin yang berani, tegas, dan mulia. Bahkan pada saat itu, Muhammad Al-Fatih menuju ke gereja Aya Shopia untuk meminta kepada para pendeta, pastor yang sedang membaca doa-doa agama mereka untuk tenang dan mempersilahkan mereka untuk pulang ke rumah mereka masing-masing dengan aman. Ketika menyaksikan toleransi dan sikap pemaaf Sultan Al-Fatih, mereka pun menyatakan keislamannya.
Pada tahun 1453, Kekhalifahan Ustmaniyah di bawah Sultan Muhammad Al-Fatih menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul dan mengganti kekaisaran Byzantium.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H